BAB I
Pendahuluan
a.
Latar belakang masalah
Sejarah Suku
Anak Dalam atau SAD masih penuh misteri, bahkan hingga kini tak ada yang bisa
memastikan asal usul mereka. Hanya beberapa teori, dan cerita dari mulut ke
mulut para keturunan yang bisa menguak sedikit sejarah mereka.Suku-
suku di Indonesia merupakan asset budaya bangsa yang menunjukkan kebhinekaan
harmonis kebhinekaan ini tercermin pula pada suku anak dalam di jambi Suku
Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba
adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan.
Mereka mayoritas hidup di propinsi Jambi,
dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang. Sejarah Suku Anak Dalam
atau SAD masih penuh misteri, bahkan hingga kini tak ada yang bisa memastikan
asal usul mereka. Hanya beberapa teori, dan cerita dari mulut ke mulut para
keturunan yang bisa menguak sedikit sejarah mereka.Sejarah lisan Orang Rimba
selalu diturunkan para leluhur. Tengganai Ngembar (80), pemangku adat sekaligus
warga tertua SAD yang tinggal di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi,
mendapat dua versi cerita mengenai sejarah Orang Rimba dari para terdahulu ,Sedangkan
perilaku Orang Rimba yang kubu atau terbelakang, menurut Ngembar, disebabkan
beratus tahun moyang mereka hidup di tengah hutan, tidak mengenal peradaban. Dalam menjalankan kehidupan sehari- hari, mereka memiliki sistem
kepemimpinan yang berjenjang seperti tuminggung, depati, mangku, menti dan
jenang. Tumenggung merupakan jabatan tertinggi.
Pada umumnya
mereka percaya terhadap dewa-dewa, istilah ethnik yakni dewo-dewo.mereka yang
percaya roh-roh sebagai sesuatu kekuatan gaib.sisitim kekerabatan orang rimba
tidak boleh menyebut nama-nama mereka, dan tidak boleh juga menyebut orang yang
telah meninggal dunia.sebelum menikah tidak ada tradisi berpacaran.kebudayaan
suku anak dalam ini sangat berbeda dengan kebudayaan masyarakat modern seperti
sekarang ini.Cara mereka hidup
tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya, hanya saja mereka hidup sangat
tradisional
Dengan bermacam cara kehidupan suku anak dalam mulai dari segi budaya, cara
mereka bertahan hidup dan keahlian mereka, banyak yang ingin mengetahui semua
kehidupan mereka saya mengangkat tema ini karena menurut saya suku kehidupan
suku anak dalam masih misterius belum di terungkapkan sejarahnya dari mana dan
kapan dia muncul, dan cara mereka mempertahankan hidup
sehari- hari.
b.
Tujuan penelitian
-
Untuk mengetahui lebih dalam kehidupan suku anak dalam
-
Memahami budaya apa saja yang ada di suku anak dalam
c.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana cara mereka hidup?
2. Dari mana sebenarnya asal
Suku Anak Dalam Jambi?
3. Siapa sajahkah yang berperan
dalam tingkatan suku anak dalam
4. Apa saja aktifitas suku anak
dalam sehari- hari
5.
Apa saja upacara adat yang ada di suku anak dalam?
6.
Dimana sajakah tempat tinggal mereka?
7.
Apa Ciri-ciri fisik dan non fisik
suku anak dalam?
d.
Landasan teori
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam
merupakan orang Maalau Sesat, yang m lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman
Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain
menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat
kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku
Minangkabau, seperti sistem matrilineal. Menurut Muchlas (1975) suku anak dalam
berasal dari tiga keturunan, yaitu:Keturunan dari Sumatera Selatan,
umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari.Keturunan dari Minangkabau,
umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersam (Batanghari). Keturunan dari
Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko (Muchlas, 1975) Menurut
Van Dogen (1906) bahwa orang rimba sebagai orang primitive dan tak beragama.
Menurut hasil
penelitian sejarah dan budaya, departemen pendidikan dan kebudayaan
Indonesia ( 1977:127) , orang rimba meyakini bahwa jika ada keluarga atau
saudara mereka yang sakit berarti dewa telah menurunkan malapetaka. Oleh sebab
itu, sebagai bujukan kepada dewa agar menyembuhkan penyakit tersebut mereka
mengadakan upacara besale,
Tengganai
Ngembar (80), pemangku adat sekaligus warga tertua SAD yang tinggal di Taman
Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi, mendapat dua versi cerita mengenai
sejarah Orang Rimba dari para terdahulu. Ia memperkirakan dua versi ini punya
keterkaitan.Yang pertama, leluhur mereka adalah orang Maalau Sesat,
yang meninggalkan keluarga dan lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, TNBD.
Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo.Sedangkan versi kedua,
penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang bermigrasi
mencari sumber-sumber penghidupan yang lebih baik. Diperkirakan karena kondisi
keamanan tidak kondusif atau pasokan pangan tidak memadai di Pagaruyung, mereka
pun menetap di hutan itu.
Senada dengan Bernard Hagen (1908) dalam
Tempo (2002) (die orang kubu auf Sumatra) menyatakan orang rimba sebagai orang
pra melayu yang merupakan penduduk asli Sumatera. Demikian pula Paul Bescrta
mengatakan bahwa orang rimba adalah proto melayu (melayu tua) yang ada di
semenanjung Melayu yang terdesak oleh kedatangan melayu muda.
Bab II
Pembahasan
Sejarah Suku Anak
Dalam atau SAD masih penuh misteri, bahkan hingga kini tak ada yang bisa
memastikan asal usul mereka. Hanya beberapa teori, dan cerita dari mulut ke
mulut para keturunan yang bisa menguak sedikit sejarah mereka. Yang pertama, leluhur mereka adalah orang
Maalau Sesat, yang meninggalkan keluarga dan lari ke hutan rimba di sekitar Air
Hitam, TNBD. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo.
Sedangkan versi kedua, penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang bermigrasi mencari sumber-sumber penghidupan yang lebih baik.
Sedangkan versi kedua, penghuni rimba adalah masyarakat Pagaruyung, Sumatera Barat, yang bermigrasi mencari sumber-sumber penghidupan yang lebih baik.
Diperkirakan karena kondisi keamanan tidak
kondusif atau pasokan pangan tidak memadai di Pagaruyung, mereka pun menetap di
hutan itu. Keturunan dari Sumatera
Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari. 2.Keturunan dari
Minangkabau, umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersam (Batanghari).
3.Keturunan dari Jambi Asli yaitu Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko.
- Mereka hidup bisa juga seminomaden, karena
kebiasaannya berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Tujuannya, bisa jadi
“melangun” atau pindah ketika ada warga meninggal, menghindari musuh, dan
membuka ladang baru. Orang Rimba tinggal di pondok-pondok, yang disebut
sesudungon (sudung), terbuat dari kayu-kayu kecil beratap daun rumbiya
berukuran 1 x 1,5 meter bangunan kayu hutan, berdinding kulit kayu, dan beratap
daun serdang benal tapi kini atap itu diganti dengan terpal plastik, yang
mereka peroleh saat menjual hasil perburuan mereka.
Karakter Suku Anak
Dalam (orang rimba) gemar berpindah-pindah alias nomaden. "Terutama kalau
ada yang meninggal dalam komunitas itu," kata Temenggung Maritua, tokoh
adat Suku Anak Dalam yang diiyakan oleh Jenang Untung. Mereka percaya tempat
tinggal mereka mendatangkan sial lantaran sudah mencabut salah seorang anggota
keluarganya.
Namun saat ada keluarga yang meninggal, dengan melakukan tradisi melangun atau pindah dari komunitas itu setidaknya selama setahun. Kini tradisi melangun dipangkas hanya selama 4 bulan bahkan sebulan lantaran wilayah mereka yang kian sempit. Tumenggung, Kepala adat/Kepala masyarakat 2. Wakil Tumenggung, Pengganti Tumenggung jika berhalangan 3. Depati, Pengawas terhadap kepemimpinan tumenggung 4. Menti, Menyidang orang secara adat/hakim 5. Mangku, Penimbang keputusan dalam sidang adat 6. Anak Dalam, Menjemput Tumenggung ke sidang adat 7. Debalang Batin, Pengawal Tumenggung 8. Tengganas/Tengganai, Pemegang keputusan tertinggi sidang adat dan dapat membatalkan keputusan. Tempat tinggal Habitat Orang Rimba.
Di kawasan Cagar Biosfir Bukit Duabelas yang merupakan wilayah tempat tinggal atau habitat Orang Rimba ini , terdapat tiga kelompok Orang Rimba yaitu kelompok Air Hitam di bagian selatan kawasan, Kejasung di bagian utara dan timur serta Makekal di bagian barat kawasan. Penamaan kelompok-kelompok tersebut disesuaikan dengan nama sungai tempat mereka tinggal.
Seperti halnya masyarakat umum, Orang Rimba juga merupakan masyarakat yang sangat tergantung dengan keberadaan sungai sebagai sumber air minum, transportasi dan penopang aktifitas kehidupan lainnya.
Orang Rimba hidup dalam kelompok kelompok kecil yang selalu menempati wilayah bantaran sungai baik di badan sungai besar ataupun di anak sungai dari hilir sampai ke hulu.
Namun saat ada keluarga yang meninggal, dengan melakukan tradisi melangun atau pindah dari komunitas itu setidaknya selama setahun. Kini tradisi melangun dipangkas hanya selama 4 bulan bahkan sebulan lantaran wilayah mereka yang kian sempit. Tumenggung, Kepala adat/Kepala masyarakat 2. Wakil Tumenggung, Pengganti Tumenggung jika berhalangan 3. Depati, Pengawas terhadap kepemimpinan tumenggung 4. Menti, Menyidang orang secara adat/hakim 5. Mangku, Penimbang keputusan dalam sidang adat 6. Anak Dalam, Menjemput Tumenggung ke sidang adat 7. Debalang Batin, Pengawal Tumenggung 8. Tengganas/Tengganai, Pemegang keputusan tertinggi sidang adat dan dapat membatalkan keputusan. Tempat tinggal Habitat Orang Rimba.
Di kawasan Cagar Biosfir Bukit Duabelas yang merupakan wilayah tempat tinggal atau habitat Orang Rimba ini , terdapat tiga kelompok Orang Rimba yaitu kelompok Air Hitam di bagian selatan kawasan, Kejasung di bagian utara dan timur serta Makekal di bagian barat kawasan. Penamaan kelompok-kelompok tersebut disesuaikan dengan nama sungai tempat mereka tinggal.
Seperti halnya masyarakat umum, Orang Rimba juga merupakan masyarakat yang sangat tergantung dengan keberadaan sungai sebagai sumber air minum, transportasi dan penopang aktifitas kehidupan lainnya.
Orang Rimba hidup dalam kelompok kelompok kecil yang selalu menempati wilayah bantaran sungai baik di badan sungai besar ataupun di anak sungai dari hilir sampai ke hulu.
Pada awalnya untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya, Suku Anak Dalam, melaksanakan kegiatan
berburu, meramu, menangkap ikan dan memakan buah-buahan yang ada di dalam
hutan. Namun dengan perkembangan pengetahuan dan peralatan hidup yang digunakan
akibat adanya akulturasi budaya dengan masyarakat luar, kini telah mengenal
pengetahuan pertanian dan perkebunan. Berburu binatang seperti
Babi, Kera, Beruang, Monyet, Ular, Labi-labi, Rusa, Kijang dan berbagai jenis
unggas, merupakan salah satu bentuk mata pencaharian mereka. Kegiatan berburu
dilaksanakan secara bersama-sama dengan membawa anjing. Alat yang digunakan
adalah Tombak dan Parang. Di samping itu untuk mendapatkan binatang buruan juga
menggunakan sistem perangkap dan jerat. Jenis mata pencaharian lain
yang dilakukan adalah meramu didalam hutan, yaitu mengambil buah-buahan
dedaunan dan akar-akaran sebagai bahan makanan. Lokasi tempat meramu sangat
menentukan jenis yang diperoleh. Jika meramu dihutan lebat, biasanya
mendapatkan buah-buahan, seperti cempedak, durian, arang paro, dan buah-buahan
lainnya. Di daerah semak belukar dipinggir sungai dan lembah mereka
mengumpulkan pakis, rebung, gadung, enau, dan rumbia.
Adapun kebiasaan
yang harus kita hindari jikalau bertemu dengan Suku Kubu ( Anak Dalam
) jika kita berkunjung ke daerah Jambi. Mereka terkenal tidak pernah ‘mandi’
jadi hal terbaik jangan pernah menunjukkan gerakkan kalau kita merasa terganggu
akan ‘bau badan’ mereka.
Jika kita atau mereka meludah ke tanah dan mereka menjilat ludah tersebut secara tidak langsung kita sudah menjadi bagian dari mereka ( mereka memiliki ilmu gaib yang bisa dikatakan sakti ). Percaya atau tidak percaya itulah kenyataan yang ada. Upacara besale merupakan upacara yang dilakukan olehsuku anak dalam (SAD) pada saat ada anggota keluarga yang mengalami sakit (biasanya sakit parah) dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit yang di derita.
Jika kita atau mereka meludah ke tanah dan mereka menjilat ludah tersebut secara tidak langsung kita sudah menjadi bagian dari mereka ( mereka memiliki ilmu gaib yang bisa dikatakan sakti ). Percaya atau tidak percaya itulah kenyataan yang ada. Upacara besale merupakan upacara yang dilakukan olehsuku anak dalam (SAD) pada saat ada anggota keluarga yang mengalami sakit (biasanya sakit parah) dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit yang di derita.
Upacara ini telah dilakukan turun temurun dari
nenek moyang SAD sehingga menjadi tradisi yang sering dilakukan SAD apabila ada
salah satu anggota keluarganya yang menderita penyakit.Menurut ketua adat desa
senami dusun 3 upacara besale berasal dari daerah Mentawak Di daerah
Sarolangun. Upacara besale di pandu oleh seorang pawang atau dukun yang di
percaya memiliki ilmu yang turun-temurun yang nantinya akan menari dan
bernyanyi membacakan jampijampi yang ditujukan untuk orang yang sedang sakit tersebut.
Sang dukun menggunakan pakaian yang berwarna putih yang terdiri dari celana
panjang yang berwana putih, penutup kepala dari kain putih yang dililitkan ke kepala
sang dukun dilengkapi dengan tudung yang terbuat dari kain putih.
Perlengkapan lainya seperti tenggiring yaitu
berupa lonceng yang terbuat dari kuningan yang bersuara nyaring. Mangkuk kecil
2 buah tempat air jampijampian. Diujung kain putih terdapat pera yaitu ujung kain
yang dipercaya bisa untuk mengobati anak-anak SAD yang sakit, dengan cara
mencelupkan pera kedalam air dan air dari pera tersebut di teteskan ke mata
anak yang sakit. Semua peralatan diatas di simpan dalam tempat yang terbuat
dari anyaman rotan dan semua peralatan tersebut berusia lebih dari 100 tahun
yang di turunkan dari nenek moyang dari
masyarakat SAD. Perlatan yang digunakan rumah-rumah kecil yang terbuat dari
kayu dan anyam-anyaman dari rotan, burungburungan yang terbuat dari daun kelapa
yang diletakan dia atas rumah-rumahan, daun mengkuang dan daun rumbai.
Burung-burungan yang di anyam dari berbagai
daun tersebut berjumlah 19 dengan nama yang berbeda diantaranya ada kelancang,
garudo, sirih semah, pedang, d’mang, laying, denak, emai, ranyunai dan beberapa
nama-nama burung lainya. Syarat-syarat lain yang harus di buat yaitu sesajian yang
terdiri dari berbagai macam makanan yang juga diletakan di dalam rumah-rumahan
yang telah di terdiri dari ayam panggang, telor, gelamai dan makanan lainya yang
terbuat dari gula merah, gula putih, beras ketan, beras, kelapa, telor ayam,
bawang merah dll.
Uniknya masakan
yang di buat tersebut memiliki nama-nama yang unik pula diantaranya ada juanda,
caco serabi, penganan pepuntir, buah bedaro,nasi kuning, nasi ketan putih dan lain
sebagainya yang terdiri dari 18 jenis makanan. Dalam upacara adat besale di
percaya bahwa apabila salah satu syarat dalam pembuatan upacara tidak di penuhi
maka pengobatan yang dilaksanakan tidak begitu manjur bahkan dapat membuat
arwah-arwah marah. Dukun yang mengasuh upacara ini dalam kondisi tidak sadarkan
diri dan melantunkan lagu-lagu gaib yang tidak di sadari oleh si dukun
terrsebut saat menyanyikanya. Boleh dikatakan pada saat melakukan tarian-tarian
dan nyanyian dukun dibawah pengaruh arwah-arwah yang masuk ke dalam tubuhnya.
Bait lagu sebagai pembuka upacara adat besale
ini adalah: Betinjak dibungin baru sebiji Dijanjam baru setitik Angin
baru serembus Beteduh di langit selebar paying Lagu-lagu yang di
nyanyikan terus berlangsung selama semalam dalam kondisi seperti ini dukun
dilarang makan, dukun menari-nari mengelilingi orang yang sakit yang duduk atau
berbaring di bawah rumah-rumahan yang di buatsebelumnya, dengan mengibaskan
bunga pinang yang di celupkan air yang telah dijampi-jampi kepada orang yang sakit
tersebut sang dukun terus bernyanyi tanpa sadarkan diri diiringi oleh tabuhan
gendang dari beberapa suku anak dalam lainya. Dana yang di butuhkan untuk
melaksanakan upacara besale ini mulai dari 1.500.000-2.500.000 jumlah uang yang
tidak sedikit untuk sebuah upacara adat sebagai media untuk menyembuhkan orang
yang sakit, dengan kondisi keterbatasan kemampuan untuk melaksanakan upacara
besale tersebut tidak jarang SAD hanya mampu membawa keluarganya ke puskesmas
untuk di obati dan biaya yang dikeluarkan tidak sebanyak apabila mereka harus
melaksanakan upacara besale.
Terkadang upacara
yang telah dilaksanakan tidak mendatangkan kesembuhan bagi orang yang diobati,
menurut pengakuan dukun hal ini terjadi karena kurang lengkapnya sesajian yang
di buat. Dukun yang juga merupakan ketua adat sangat disegani di kalangan SAD,
dan untuk menjadi seorang dukun yang kelak menggantikan beliau dibutuhkan orang
yang memiliki kriteria-kriteria tertentu.
Untuk menjadi
seorang dukun harus bertempur dengan guru yang merupakan dukun yang akan memberikan ilmunya dengan menggunakan
buah pinang muda dan pinang yang sudah masak. Namun, sebelumnya telah dilaksanakan
pertapaan dengan berbagai syarat yang telah ditentukan. Apabila sang murid telah
kebal terkena pecutan dari pinang muda dan telah mampu melewati berbagai
tantangan selama menuntut ilmu yang telah diberikan maka sang dukun muda bisa
menggantikan dukun yang sebelumnya dalam memandu upacara besale, mengobati orang
yang sakit lainya.
Suku
anak dalam termasuk golongan ras mongoloid yang termasuk dalam migrasi pertama
dari manusia proto melayu. kulit sawo matang, rambut agak keriting, telapak
kaki tebal, laki-laki dan perempuan yang dewasa banyak makan sirih.
Ciri fisik lain yang menonjol
adalah penampilan gigi mereka yang tidak terawat dan berwarna kecoklatan. Hal
ini terkait dengan kebiasaan mereka yang dari kecil nyaris tidak berhenti
merokok serta rambut yang terlihat kusut karena jarang disisir dan hanya
dibasahi saja.
Bab III
Penutup
A.
Kesimpulan
Suku anak dalam jambi
(Suku Kubu) adalah orang malau sesat yang meninggalkan keluarganya dan lari
kehutan rimba sekitar Taman Nasional Bukit 12 itu di namakan mayang segayo. Penghuni
rimba itu masyarakat pagaruyung (Sumatra barat) yang berimigrasi mencari sumber
kehidupan yang lebih baik.orang rimba menganut sistim matrinial, sama dengan
budaya minag kabau. Mereka sehari-hari tanpa baju, kecuali cawat
penutup kemaluan.rumahnya hanya beratap rumbia dan berdinding dari kayu.sering
memakan buah-buahan dari hutan, berburu dan mengkonsumsi air dari sungai. Asal
usul suku anak dalam pertama kali di publikasikan oleh Muntholib soetomo pada
tahun 1995 dalam desertasinya yang berjudul “Orang Rimbo”.
B. Saran
Bagi
warga jambi tentu tidak ada yang tidak kenal dengan istilah “suku anak dalam”.
Mereka adalah kelompok masyarakat terasing yang kehidupannya berada di sekitar
bukit 12 jambi. Cara mereka hidup tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya
hanya saja mereka hidup sangat tradisional atau primitive yang tinggal di
hutan. Walaupun mereka hidup di hutan kita tidak boleh meremehkan dan
menganggap dia bukan bagian dari masyarakat kita. Sebaliknya dalam kehidupan
kita harus menghargai dan menghormati budaya dan adat istiadat yang dianut
mereka, kaarena itu semua adalah asset
budaya yang dimiliki Indonesia yang harus kita pelihara.
Yang harus kita lakukan bersama pada mereka
adalah kita harus lebih peduli, apalagi kita tau pada saat sekarang pendidikan
sangat penting. Dan di harapkan kita bias membantu dan member sedikit ilmu
pengetahuan kepada mereka agar mereka bias menjadi orang yang lebih terdidik
dan menjadi manusia yang berkualitas.
Daftar pustaka
- Depsos RI. 1998, Masyarakat Terasing Suku Anak Dalam
dan Dusun Solea Dan Melinani, Direktorat Bina Masyarakat Terasing,
Jakarta.
- Dian Prihatini, 2007. Makalah ”kebudayaan Suku Anak
Dalam”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi. Universitas Negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
- Dongen, C.J. Van. Tanpa Tahun, Orang Kubu (Suku Kubu),
Arsip Museum Provinsi Jambi, Jambi.
- Manurung, Butet. 2007, Sokola Rimba, Insist Press,
Yogyakarta.
- Muchlas, Munawir. 1975, Sedikit Tentang Kehidupan Suku
Anak Dalam (Orang Kubu) di Provinsi Jambi, Kanwil Depsos Provinsi Jambi,
Jambi.
- Soetomo, Muntholib, 1995, Orang Rimbo : Kajian
Struktural-Fungsional Masyarakat Terasing Di Makekal Provinsi Jambi,
Universitas Padjajaran, Bandung.
- http://arfaangel.blogspot.com/2008/07/asal-usul-dan-sejarah-suku-anak-dalam.html
- http://jambicrew.blogspot.com
-
Ditulis
oleh Shinta Anggreany, Mahasiswa KUKERTA UNJA
2010, dkk, bekerja sama dengan pemangku adat
Dusun III
- Senami
Bapak Samin, Sumber : Bapak Samin
KARYA ILMIAH
NAMA: AMRINA ROSADA
KELAS : 2 IPA 4
TUGAS BAHASA INDONESIA KARYA
ILMIAH
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar