Kamis, 18 Mei 2017

Epidemiologi




DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1  LATAR BELAKANG ……………………………………………………………2
1.2  PENGERTIAN SURVEI CEPAT………………………………………………...4
1.3  LANGKAH PELAKSANAAN SURVEI………………………………………....5
1.4  METODE SURVEI CEPAT……………………………………………………....7
a.       Jumlah Sampel
b.       Metode Pemilihan Sampel
c.       Cara Pengambilan Sampel
1.5  JENIS SURVEI……………………………………………………………………10
1.6  TUJUAN DAN KEGUNAAN SURVEI…………………………………………..11
1.7  PENGOLAHAN DATA…………………………………………………………...13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14













BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penelitian   survei   merupakan   upaya   pengumpulan   informasi   darisebagian populasi yang dianggap dapat mewakili populasi tertentu. Metodeini   bertitik   tolak   pada   konsep,   hipotesis,   dan   teori   yang   sudah   mapansehingga tidak akan memunculkan teori yang baru. Penelitian survei memilikisifat   verifikasi   atau   pengecekan   terhadap   teori   yang   sudah   ada   (Mantra,2001).   Dalam   perjalanannya,   survei   biasa   digunakan   untuk   mengevaluasiberbagai   program   kesehatan   (Depkes,   1998)   maupun   menginvestigasiberbagai status kesehatan dan penyakit yang aktual di masyarakat (Frerichs& Shaheen,I  2001).Survei   yang   lebih   dikenal   dengan   survei   sampel   adalah   usahapengumpulan   informasi   dari   sebagian   populasi   yang   dianggap   mewakilipopulasi   tersebut.   Informasi   dari   masyarakat   dapat   diperoleh   denganmenggunakan kuisioner (seperti untuk mengetahui pengetahuan, sikap danperilaku)   atau   dengan   melakukan   suatu   intervensi/pengukuran   (sepertipenimbangan, pengukuran tinggi badan dll.) Informasi yang diperoleh dapatberupa   informasi   tentang   cakupan,   insidens,   prevalensi   atau   informasitentang  hubungan  antar  variabel.  Selama  ini  kegiatan  survei  dilaksanakandengan biaya tinggi, sampel besar dan prosedur yang cukup rumit. Hal inidimaklumi karena survei yang sering dilakukan adalah pada tingkat provinsibahkan Negara.  Tentunya teknik  survei seperti  ini  kurang memadai  untukdilakukan di tingkat kabupaten, karena rumit, biaya besar dan memerlukanwaktu lama untuk pengolahan/analisis data.Dinas   Kesehatan   Kabupaten   tentunya   memerlukan   informasi   yangberasal   dari   masyarakat   untuk   perencanaan   pembangunan   kesehatan   didaerahnya.   Saat   ini,   di   era   otonomi   daerah,   tentunya   Dinas   KesehatanKabupaten   diharapkan   mampu   menyusun   perencanaan   pembangunankesehatan   sendiri   yang   sesuai   dengan   keadaan   daerahnya.   Agarperencanaan   dapat   tersusun   dengan   baik,   tentunya   informasi   darimasyarakat sangat diperlukan. Informasi ini kurang didapat dari data yangbersumber   data   laporan   rutin.   Untuk   mengatasi   kekurangan   ini   tentunyadapat   dilakukan  survei.   Tetapi   tentu  perlu   dicari   satu   metode   survei   yangsederhana,   murah   dan   cepat   sehingga   informasi   yang   dibutuhkan   dapatdihasilkan secara akurat dan tepat waktu. Survei-survei besar yang sudahdilakukan selama ini, seperti Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)maupun Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) ternyata kurang mampumemenuhi   kebutuhan   informasi   bagi   perencanaan   kesehatan   di   tingkatkabupaten.  World  Health   Organization  (WHO) telah  mengembangkan  satu  tekniksurvei   yang   cepat   dan   murah   untuk   mengevaluasi   keberhasilan   programkesehatan.   Teknik   survei   ini   dikenal   sebagai   metode   survei   cepat   (RapidSurvei   Method).   Metode   ini   menerapkan   rancangan   sampel   cluster   duatahap,   dengan   pemilihan   cluster   tahap   pertama   secara   probabilityproportionate   to   size,   pemilihan   sampel   pada   tahap   kedua   yaitu   sampelrumah tangga  dilakukan  dengan   cara  random   sederhana   (simple random)atau dengan menerapkan system rumah terdekat. Survei cepat pertama kalidipakai   pada   proyek  Expanded   Programme   on   Immunization  dari   WHO,untuk mengevaluasi keberhasilan program imunisasi. Survei cepat dirancang                                                                                      1/6
 Materi Kuliah Survei Cepat-FKM UMS                        Bejo Raharjo,SKM,MKessederhana,   murah   dan   cepat   sehingga   informasi   yang   dibutuhkan   dapatdihasilkan secara akurat dan tepat waktu. Metode ini dikembangkan untukmengatasi   kelemahan   survei   konvensional.   Kegiatan   survei   konvensionalbiasanya dilaksanakan dengan biaya tinggi, sampel besar dan prosedur yangcukup   rumit.   Teknik   ini   kurang   memadai   untuk   dilakukan   pada   tingkatkabupaten/kota,   karena   memerlukan   waktu   lama   untuk   pengolahan   dananalisis data.Mengingat   keunggulan   survei   cepat   ini,   bagi   para   pengelola   danperencana program kesehatan di kabupaten/kota, metode survei cepat perludikuasai   untuk   menilai   perkembangan   kesehatan   masyarakat   di   wilayahkerjanya pada setiap periode waktu tertentu (misalnya : per tahun, tiga tahun,lima tahun). Hasil survei cepat lebih tepat dipakai sebagai bahan evaluasidan  perencanaan, karena data yang  diambil dari  fakta   yang terjadi dalammasyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata teknik survei ini jugadapat digunakan untuk mengevaluasi program kesehatan lain. Kegiatan   evaluasi   program   kesehatan   tidak   dapat   dilakukan   hanyamengandalkan data rutin, karena beberapa alasan antara lain : (1) data rutinhanya mencatat kejadian orang yang meminta pelayanan kesehatan di pusatpelayanan kesehatan di suatu wilayah, (2) kualitas data rutin biasanya kurangbaik dikarenakan pengisian formulir kurang lengkap, salah, dan tidak tepatwaktu. Untuk mengatasi ini, perlu dicari sistem pengumpulan data lain yangnon – rutin dan dapat  menggambarkan keadaan kesehatan di masyarakatserta dapat digunakan sebagai penunjang sistem informasi yang sudah ada.Umumnya untuk pengumpulan data dari masyarakat digunakan survei. Padatingkat kabupaten/ kota, teknik survei ini dilakukan modifikasi yang dikenaldengan survei cepat

A.PENGERTIAN SURVEI CEPAT
Survai Cepat adalah salah satu metode survai yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang suatu masalah dalam jangka waktu yang relatif pendek , dengan biaya yang murah dan hasil yang optimal. Survai cepat ini dilakukan dengan menentukan kebijakan terhadap suatu program yang segera ingin dilaksanakan. Dari namanya sebagai suatu survai yang cepat maka kecepatan waktu yang dimaksud ini adalah hanya selama 3-4 minggu , mulai dari tahap persiapannya sampai keluarnya laporan hasil survai .

Keadaan yang menunjang untuk terlaksananya suatu survai yang cepat ini adalah :
- Kuestinernya yang singkat(15-20 pertanyaan saja)
- Respondennya kecil; sekitar 30 klaster
- Tujuannya tertentu dan terbatas
- Terbatasnya jumlah petugas yang diperlukan (limited personal), dengan kejelasan tugas masing-masing
- Biaya yang tidak perlu besar (limited cost)
- Analisisnya tidak mendalam, tidak perlu waktu lama

Metode yang dipergunakan survai cepat dalam penarikan sampelnya memakai rancangan sampel klaster dua tahap dengan pemilihan klaster pada tahap pertama secara probability proportionate to size. Kemudian pemilihan sampel tahap kedua, dengan pemilihan sampel rumah tangga yang dilakukan secara random sampling atau dengan menerapkan sistim rumah terdekat . Dengan tehnik penarikan sampel ini yang telah diuji coba di lapangan pada berbagai negara sedang berkembang maka dapat dikatakan bahwa metode ini layak diterapkan sebagai cara pengumpulan informasi yang berasal dari masyarakat (population base information) pada tingkat kabupaten.

B. LANGKAH PELAKSANAAN SURVEI

Dalam melaksanakan suatu survei cepat maka langkah-langkah yang dapat dilakukan dapat meliputi:

1. Penjabaran secara jelas dan singkat pilihan Masalah Kesehatan.
Masalah terpilih hendaknya cukup spesifik

2. Penentuan populasi penelitian dan penarikan sampel.
Penentuan ini meliputi populasi sasaran , besar sampel, metode sampel yang akan dilakukan.

3. Mengembangkan Cara Pengumpulan Data.
Untuk itu perlu dijelaskan mengenai cara pengumpulan data , alat yang dipergunakan , petugas yang melakukannya . Kontrol kualitis banyak diarahkan kepada ketepatan cara pengumpulan data ini .Uji coba (pre- test) merupakan salah satu persyaratan yang diajukan yang ditujukan untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah yang dapat timbul dilapangan dalam pelaksanaan proposal yang diajukan.

4. Pengorganisasian dan Pelaksanaan survai
Setelah survai dianggap layak dilakukan dengan uji coba maka disusunlah bagaimana organisasi dan cara pelaksanaannya sepenuhnya .
Organisasi hendaknya jelas dalam penugasan setiap crosnal (job description).

5. Analisis dan interpretasi laporan
Data yang terkumpul dalam waktu satu sampai dua hari sudah harus masuk ke dalam komputer . Akurasi data harus diperhatikan pada saat proses pemasukan data.Proses analisis data hanya dilakukan jika peneliti yakin bahwa data sudah bebas dari kesalahan. Hasil survai cepat dapat dilaporkan menurut urutan pertanyaan pada kuesioner. Tetapi cara pelaporan seperti ini kurang menarik bagi pengelola program kesehatan, sehingga lebih baik membuat laporan dengan melaporkan temuan utama terlebih dahulu. Hasil survai cepat dapat dilaporkan dalam bentuk tabel dan grafik. Namun untuk persentasi hasil , grafik lebih menarik dan informatif.

Laporan tertulis tidak perlu tebal, tetapi mencakup hasil temuan dari survai. Umumnya, laporan hasil survai cepat berisi:
a. Judul, penulis, waktu survai cepat, kata pengantar, daftar isi.
b. Abstrak yang berisi temuan dan implikasinya.
c. Keterangan tentang masalah penelitian, berisikan latar belakang dan masalah yang diteliti.
d. Tujuan survai.
e. Metodologi: Berisikan tentang indikator utma yang diukur, populasi dan sampel, alat pengukuran, prosedur analisis dan jadwal.
f. Hasil berisikan deskripsi singkat tentang temuan survai, dibagi atas beberapa telaah termasuk di dalamnya tabel dan grafik yang penting.
g. Diskusi berisi interpretasi hasil survai dan implikasinya terhadap program kesehatan di masa yang akan datang.
h. Kesimpulan berisi ringkasan temuan penting dari survai.
i. Saran dan rekomendasi berisi alternatif tindakan bagi perencanaan atau pengelolaan program penelitian lebih lanjut.
j. Daftar pustaka berisi daftar bacaan yang digunakan untuk menyusun laporan survai.
k. Lampiran berisi kuesioner atau instrumen yang digunakan.

6. Pengembangan kegiatan program lanjutan
Implikasi dan rekomendasi yang diberikan tidak selamanya dapat segera dilaksanakan, untuk itu perlu dibuat rencana kegiatan lanjutan sebagai tahapan yang terpisah dan merupakan bagian dari tujuan survai. Rencana tersebut tidak perlu rinci, namun harus meliputi:
a. APA bentuk kegiatan yang akan diambil harus spesifik
b. SIAPA, jelaskan siapa yang bertanggung jawab untuk setiap kegiatan
c. KAPAN waktu untuk memulai dan selesainya.
Dalam beberapa kasus penting perlu dimasukkan pertanyaan
d. DIMANA lokasi kegiatan tersebut akan dilaksanakan
e. BAGAIMANA prosedur yang akan diikuti
f. SUMBER DAYA yang ada dan yang meungkin diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang direncanakan

Hal-hal di atas perlu diperhatikan agar prinsip "Informasi untuk Tindakan" (information for action) dapat terlaksana, jangan sampai laporan survai tersebut hanya tersimpan di dalam lemari tanpa digunakan untuk perencanaan program kesehatan. Sehubungan dengan itu maka rencana kegiatan lanjut perlu dibicarakan dengan seksama dengan pengelola program yang bersangkutan dengan memperhatikan informasi lain yang ada di tingkat kabupaten

C.METODE SURVEY CEPAT

Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan individu atau elemen yang ingin kita ketahui karakteristiknya. Populasi dapat berupa kumpulan oragng/individu atau kumpulan barang, tetapi pada penelitian kesehatan masyarakat, populasi umumnya merupakan kumpulan individu atau orang. Sebagai contoh populasi dapat berupa semua balita yang ada di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten atau semua ibu hamil yang ada di daerah puskesmas.

Secara ideal survai harus mencakup semua orang yang termasuk dalam populasi. Jika semua orang yang masuk dalam populasi dapat diwawancarai,maka kita dapat mengukur cakupan program kesehatan secara akurat. Tetapi melakukan wawancara terhadap semua orang yang termasuk ke dalam populasi memerlukan waktu,biaya, dan sumberdaya. Jadi kita perlu mengambil contoh beberapa orang saja yang dapat mewakili semua orang yang ada di populasi. Contoh beberapa orang saja yang kita ambil inilah yang dinamakan sampel. Orang yang kita ambil harus mewakili populasi. Agar kesadaran ini dapat tercapai, maka setiap orang yang ada di dalam populasi harus memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel.

Hasil yang kita diperoleh dari sampel tidak akan persis sama dengan apa yang ada di dalam populasi. Perbedaan antara apa yang diperoleh dari sampel dengan yang sebenarnya pada populasi disebut sampling error.Kesalahan ini selalu terjadi pada survai yang tidak mengikut sertakan seluruh populasi. Namun kesalahan ini dapat diperkecil dengan cara: memilih sampel secara tidak bias, dan memilih sampel yang cukup besar.

Jika sampel tidak mewakili populasi, kita dapat memperoleh hasil yang bias, yaitu estimasi atau cakupan yang dihasilkan berbeda dari nilai cakupan yang ada di populasi. Sebagai contoh, jika kita hanya mewawancarai ibu yang datang ke posyandu untuk mengetahui cakupan imunisasi campak, maka cakupan yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dari cakupan yang ada dalam populasi.

Sampel berdasarkan probabilitas memungkinkan setiap orang yang ada dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Agar kita dapat memilih sampel secara probabilitas, maka diperlukan kerangka sampel (sampling frame).

Kerangka sampel adalah daftar semua unit (kabupaten, kecamatan, desa, rumah tangga, orang) di mana kita akan memilih sampel. Di negara berkembang seperti Indonesia sangat sulit untuk mendapatkan daftar penduduk atau rumah tangga secara lengkap, sehingga digunakan kerangka sampel dari unit yang lebih tinggi seperti desa atau kecamatan.

a. Jumlah Sampel

Jumlah sampel yang dibutuhkan pada suatu survei tergantung dari tujuan survai tersebut. Survai dapat dilakukan untuk mengukur parameter suatu populasi seperti cakupan DPT-1, cakupan pemeriksaan antenatal, cakupan K1, dan sebagainya. Survai dapat juga dilakukan untuk melihat suatu intervensi. Untuk tujuan ini survai dilakukan sebelum dan sesudah intervensi atau pada dua daerah yang dilakukan intervensi yang berbeda. Pada tujuan yang kedua ini survai dilakukan untuk menguji suatu hipotesis apakah intervensi dapat membawa dampak pada masyarakat . Dua tujuan survai tersebut memiliki cara yang berbeda untuk menghitung besar sampel yang diperlukan.

Pada survai cepat, umumnya dilakukan untuk melihat cakupan suatu program. Ada rumus khusus yang digunakan untuk menghitung jumlah sampelyang memadai pada survai cepat, tetapi secara praktis dapat dikatakan bahwa jumlah sampel sebanyak 30 X 7 (30 klaster/desa, setiap klaster terdiri atas 7 responden) sudah mencukupi untuk melihat kasus-kasus yang sering terjadi. Jika kita hampir selalu menggunakan jumlah sampel sebanyak 210 orang.

b. Metode Pemilihan Sampel

Seperti yang telah dijelaskan di atas, sampel harus mewakili populasi, semua orang dipopulasi harus memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Syarat ini dapat dipenuhi dengan memilih sampel secara acak dari daftar semua orang di dalam populasi. Cara seperti ini dikenal sebagai pemilihan sampel secara acak sederhana (simple random sampling).

Dalam prakteknya pengambilan sampel secara acak sederhana ini sulit dilakukan. Misalnya kita ingin melakukan survai untuk mengetahui cakupan pemeriksaan antenatal, maka agar kita dapat memilih sampel secara acak sederhana, kita harus memiliki daftar semua nama ibu hamil yang ada dalam populasi.

c. Cara Pengambilan Sampel

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada survai cepat cara pengambilan sampel terdiri atas dua tahap yaitu:
- Pemilihan 30 klaster
- Pemilihan responden

Cluster Sampling adalah proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, misalkan berdasarkan wilayah (kodya, kecamatan, desa , dan seterusnya). Cara ini sangat efisien bila populasi tersebar sangat luas sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar untuk seluruh tersebut. Contoh: jika kita ingin meneliti kartakteristik penderita keracunan pestisida di Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia, bila diinginkan hanya sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit, dilakukan klaster sampling yaitu dengan melakukan random sampling pada setiap rumah sakit tanpa berusaha untuk menjumlahkan pasien yang terdaftar pada seluruh rumah sakit.

Pada survai komunitas sering dilakukan two stage claster sampling seperti contoh berikut: Misalnya kita ingin meneliti karies dentis pada anak sekolah di Makassar, dibutuhkan 6000 subjek yang diharapkan mewakili seluruh anak di Makassar, dari daftar sekolah di Depdikbud Makassar diambil secara random misalnya 100 sekolah. Dari keseratus sekolah tersebut masing-masing diambil sebanyak 60 orang dari tiap anak secara random sampling.

Keuntungan lain cara ini adalah bahwa pada tiap klaster biasanya subjek lebih kurang homogen. Misalnya di kelas tertentu cenderung untuk dihuni oleh penduduk pada tingkat sosial ekonomi yang tidak berbeda mencolok, meskipun tidak sama sekali homogen.


1.5 Jenis survei, antara lain:

1. Jenis survei secara umum, ada 2 yaitu:
a. Survei yang lengkap, yaitu yang mencakup seluruh populasi atau elemen-elemen yang menjadi objek penelitian. Survei tipe ini disebut sensus.
b. Survei yang hanya menggunakan sebagian kecil dari populasi, atau hanya menggunakan sampel dari populasi. Jenis ini sering disebut sebagai sample survey method.
2. Jenis survei secara ilmu penelitian, yaitu:
a. Penelitian Exploratif (Penjajagan): Terbuka, mencari-cari, pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti masih terbatas. Pertanyaan dalam studi penjajagan ini misalnya : Apakah yang paling mencemaskan anda dalam hal infrastruktur di daerah Kalbar dalam lima tahun terakhir ini? Menurut anda, bagaimana cara perawatan infrastruktur jalan dan jembatan yang baik?
b. Penelitian Deskriptif : Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena; pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti menegmbangkan konsep, menghimpun fakta, tapi tidak menguji hipotesis;
c. Penelitian Evaluasi : mencari jawaban tentang pencapaian tujuan yang digariskan sebelumnya. Evaluasi disini mencakup formatif (melihat dan meneliti pelaksanaan program), Sumatif (dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur pencapaian tujuan);
d. Penelitian Eksplanasi (Penjelasan) : menggunakan data yang sama, menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesis;
e. Penelitian Prediksi : Meramalkan fenomena atau keadaan tertentu;
f. Penelitian Pengembangan Sosial : Dikembangkan berdasarkan survei yang dilakukan secara berkala: Misal : Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kalbar, 1998-2003;

1.6 Tujuan dan Kegunaan Survei, antara lain:
Tujuan dari survey adalah memaparkan data dari objek penelitian, dan menginterpretasikan dan menganalisisnya secara sistematis. Kebenaran informasi itu tergantung kepada metode yang digunakan dalam survei.
Kegunaan dari survei antara lain: (1) Untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada;
(2) Mencari keterangan secara faktual dari suatu kelompok, daerah dsb;
(3) Melakukan evaluasi serta perbandinagn terhadap hal yang telah dilakukan orang lain dalam menangani hal yang serupa;
(4) Dilakukan terhadap sejumlah individu / unit baik secara sensus maupun secara sampel; dan
(5) Hasilnya untuk pembuatan rencana dan pengambilan keputusan;
Prosedur Penelitian
1.Pemilihan kluster Survei ini menggunakan software CSURVEY untuk membantu dalam pemilihan kluster. Peneliti mencari data kluster dimana dalam penelitian ini adalah desa, yang meliputi jumlah desa diseluruh kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali dan jumlah penduduk tiap desa. Data nama desa danjumlah penduduk dimasukkan dalam software C-Survey, kemudian dilakukan pemilihan jumlah kluster untuk tiap-tiap desa. Dalam penelitian ini jumlah kluster ditentukan sebanyak 30 kluster, sedangkan jumlah desa yang ada di wilayah Kecamatan Ngemplak sebanyak 12 desa. Menggunakan aplikasi CSURVEY dapat memudahkan dalam pemilihan secara acak dengan menganut prinsip probability proportionate to size, maka terpilih jumlah kluster untuk tiap-tiap desa sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

 1. Jumlah Sampel Tiap Kluster Survei Efektifitas Penanggulangan DBD Dengan PSN Di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali NO DESA JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KLUSTER JUMLAH SAMPEL TIAP KLUSTER TOTAL SAMPEL 1 Sawahan 8.612 7 2 Donohudan 6.520 7 3 Dibal 5.959 7 4 Manggung 6.171 7 5 Sindon 5.062 7 6 Ngesrep 6.099 7 7 Kismoyoso 6.304 7 8 Giriroto 5.805 7 9 Sobokerto 5.989 7 10 Ngargorejo 3.531 7 11 Gagaksipat 6.447 7 12 Pandeyan 7.044 7 Jumlah 73.543 30 7 210 Sumber : Profil Puskesmas Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali 2015
2.Pemilihan sampel Peneliti menuju ke tempat yang diperkirakan merupakan pusat (tengah) wilayah kampung, yaitu Balai Desa. Kemudian dilakukan pelemparan koin Rp 100,- (lama) yang terdapat gambar gunungan, arah yang ditunjuk oleh kerucut gunungan merupakan arah yang harus dilalui peneliti (Depkes RI, 1996). Tahap pertama dilakukan pemetaan dari rumah-rumah yang ada di desa, baik yang berada di kiri maupun dikanan. Lalu jika ditemukan persimpangan  jalan digunakan koin untuk menentukan arah mana yang ingin diambil untuk disurvei. Setelah pemetaan selesai, rumah-rumah yang dipetakan diberi nomor urut dari tempat awal peneliti berangkat. Pemilihan rumah pertama yang didatangi untuk penelitian dilakukan dengan bantuan tabel angka acak. Peneliti mendatangi rumah pertama yang terpilih, jika ada sampel yang memenuhi syarat maka dilakukan wawancara. Jika tidak ada sampel yang memenuhi syarat maka mendatangi rumah berikutnya. Rumah berikutnya yang didatangi adalah rumah yang terdekat dengan rumah yang telah didatangi (baik ada sampel yang memenuhi syarat atau tidak). Pengertian rumah terdekat adalah yang jarak antar pintu utamanya paling dekat. Kemudian dilakukan wawancara pendahuluan untuk perkenalan dan menanyakan apakah responden setuju untuk menjalani prosedur penelitian. Dilakukan wawancara dengan kuesioner terstruktur oleh peneliti. Jadwal Survei Jadwal survei cepat efektivitas penanggulangan DBD dengan PSN di wilayah kecamatan Ngemplak kabupaten Boyolali tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Jadwal Kegiatan Survei Cepat Efektifitas Penanggulangan DBD dengan PSN di Wilayah Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali 2016 No Kegiatan Mei Juni Juli 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1
1  Penyusunan Proposal
2        Pengumpulan Data
3. Pelaporan Hasil Survei
4.  Revisi Laporan
5. Pengumpulan Laporan

 1.7 Pengolahan Data
1.Penyuntingan Sebelum data diolah lebih lanjut dengan menggunakan bantuan perangkat komputer, dilakukan koreksi data bersamaan dengan pengambilan data dari responden setelah pengisian kuisioner. 2.Pengkodean Pengkodeaan dilakukan pada kuisioner untuk memudahkan pengumpulan dan pengelompokan data.
3.Pembersihan Dilakukan untuk menilai apakah data yang dikumpulkan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Jika terjadi kesalahan atau kekurangan maka akan dilakukan kunjungan lapangan lagi untuk memperbaiki kesalahan atau bila terjadi kekurangan.
4.Tabulasi Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi, disusun berdasarkan variabel yang diteliti menurut kelompok variabel. Tabulasi disusun berupa tabel distribusi dan tabulasi silang.
5.Penyajian data Data disajikan dalam bentuk grafik (batang, garis), cross table dan distribusi frekuensi. 6.Rancangan analisis data Analisa yang dilakukan adalah analisa deskriptif analitik yaitu dengan menyajikan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti. Variabel-variabel tersebut disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui proporsi pada masing-masing responden yang diteliti. Analisa data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan software Epi Info versi 3.58.



















http://blogkesmas.blogspot.co.id/2010/11/rapid-survey-survey-cepat.html

Karya Tulis Ilmiah Trauma pada Ektremitas atas @Amrina Rosada



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latarbelakang
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Defenisi ini memberikan gambaran superfisial dari respon fisik terhadap cidera. Trauma juga memberikan dampak psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang. Trauma lebih kompleks dari sekadar, misalnya suatu fraktur. Fraktur jari tangan seorang pemain piano atau seorang ahli bedah, dampaknya sangat berat dan dapat menghentikan karirnya, sementara cedera yang sama pada orang dengan profesi lain merupakan gangguan yang ringan.
Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern penggunaan kendaraan otomotif dan senjata api semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat trauma sering ditelantarkan sehingga trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok usia muda dan produktif seluruh dunia. Angka kematian ini dapat diturunkan melalui upaya pencegahan trauma dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada korbannya. Perlu diingat bahwa penanggulangan trauma bukan hanya masalah dirumah sakit, tetapi mencakup penanggulangan menyeluruh yang dimulai di tempat kejadian, dalam perjalanan ke rumah sakit, dan di rumah sakit.
Trauma dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ. Penderita dengan trauma berat mengalami gangguan faal yang penting, seperti kegagalan fungsi membran sel, gangguan integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan dapat pula terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (DIC=disseminated intravascular coagulation).





1.2  Pembatasan Masalah
Karenaketerbatasanwaktu, biayadantenagamakaPenulishanyamelakukanpenelitiandenganjudul Trauma EktremitasAtas.

1.3  Rumusan Masalah
berdasarkan latar belakang diatas,adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu : “bagaimana tindakanmengetahuidanmenanganipasien yang terkena trauma ekstremitasatas?”

1.4  Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum
adapun tujuanumum penelitian dari karya ilmiah ini adalah untuk mengetahuimacam-macam trauma ekstremitasatassertacarauntukmenanganinya
1.4.2   Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa dapat memahami tentang klasifikasi trauma ekstremitas atas
2.      Mahasiswa dapat memahami mekanisme cedera pada ekstremitas atas
3.      Mahasiswa dapat memahami cara mendiagnosa dan penatalaksanaan dari trauma ekstremitas atas

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 manfaat untuk diri sendiri
                                              Manfaatdaripenulisankaryailmiahini, diharapkanmahasiswadapatmendiagnosadanmembuatrencanasolusiterhadapkelainan yang didapatkanpadapenyakit “trauma ekstremitasatas”.
1.5.2 manfaat untuk radiographer dan pihak rumah sakit
            Melalui pembahasan karya ilmiah ini diharapkan akan memberikan informasi dan referensi bagi radiographer maupun tenagakesehatan dalam hal mengetahui trauma padaekstremitasatas.
1.5.3 manfaat untuk dosen dan mahasiswa Universitas Kader Bangsa
Diharapkandapatdijadikan media pembelajarantentangkasus trauma padaekstremitasatas.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PengertianFraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Farktur dapat dibagi menjadi :
·         Menurut ada tidaknya hubungan dengan dunia luar:
  1. Fraktur tertutup ( closed ) , bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
  2. Fraktur terbuka ( open/compound ) , bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
·         Berdasarkan usia pasien
a.       Patah tulang pada anak
b.      Patah tulang pada dewasa
c.       Patah tulang pada orang tua
·         Manifestasi Klinik :
-          Nyeri
-          Deformitas
-          Krepitasi
-          Bengkak
-          Peningkatan temperatur lokal
-          Pergerakan abnormal
-          Echymosis
-          Kehilangan fungsi
-          Kemungkinan lain


·         Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

·         Diagnosis
  1. Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma ). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.
  1. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multiple, fraktur pelvis, fraktur terbuka : tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi
  1. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang :
a.       Look, cari apakah terdapat
ü  Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal ( misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus ), angulasi, rotasi, dan pemendekan.
ü  Functio laesa ( hilangnya fungsi ), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan
ü  Lihat juga ukuran panjang tulang dan bandingkan kiri dan kanan
b.      Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma
c.       Move, untuk mencari :
ü  Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapin pada tulang spongiosa atau tulang epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma.
ü  Nyeri bila digerakkan, baik pada aktif maupun pasif
ü  Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan sendi ) dan kekuatan.
·         Penatalaksanaan fraktur
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas ( airway ), proses pernapasan ( breathing ) dan sirkulasi
( ciruculation ), apakah terjadi syok atau tidak.
Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting dinyatakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden periode 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
2.2 PengertianDislokasi
Dislokasi adalah keluarnya ( bercerainya ) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera.
1.      Dislokasi ad latitudinem: dislokasi ke arah lintang
2.      Dislokasi ad longitudinem: dislokasi sehingga tulang memanjang umpamanya karena tarikan traksi terlalu besar.
3.      Dislokasi kum kontraktione: dislokasi sehingga tulang menjadi pendek, umumnya disebabkan oleh tarikan dan tonus otot.
4.      Dislokasi ad peripheriam karena rotasi

·         Manifestasi Klinis      
-          Nyeri
-          Perubahan kontur sendi
-          Perubahan panjang ekstremitas
-          Kehilangan mobilitas
-          Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

·         Diagnosis
  1. Anamnesis
ü  Ada trauma
ü  Mekanisme trauma yang sesuai , misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu
ü  Ada rasa sendi keluar
ü  Bila trauma minimal; hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual
  1. Pemeriksaan klinis
·         Deformitas
ü  Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada dislokasi bahu
ü  Pemendekan atau pemanjangan
ü  Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu
·         Nyeri
·         Functio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu
  1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.
·         Penatalaksanaan
  1. Lakukan reposisi segera
  2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anastesi, misalnya dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari. Dislokasi bahu, siku, atau jari dapat direposisi dengan anatesi lokal dan obat penenang misalnya valium.
  3. Dislokasi sendi besar misalnya panggul memerlukan anatesi umum

2.3Bahu dan Lengan Atas
2.3.1        Fraktur klavikula
Penyebab biasanya trauma langsung/direct atau tidak langsung/indirect, misal jatuh dengan tangan/siku menumpu.
Mekanisme trauma
·           Sebagian besar terjadi karena jatuh dengan tangan yang terulur.
·           Dapat juga terjadi karena hantaman langsung pada bahu, seperti: terjatuh pada posisi samping.
Manifestasi klinis :
·           Nyeri Tekan pada lokasi fraktur
·           Deformitas dengan pembengkakan lokal.

Pemeriksaan Diagnostik
·           X Ray: bisaanya Foto AP bahu cukup adekuat.
·           Komplikasi : jarang, fragment fraktur dapat membahayakan struktur neurovascular subklavial.
·           Terapi: Broad arm sling dan control ke klinik ortopedik 5 hari kemudian.
Diagnosis
1.      Riwayat : waktu jatuh posisi tangan menumpu
2.      http://3.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqbEm00GPI/AAAAAAAAAEc/LzD348GAbuI/s320/claficula.jpgDeformitas : menonjol, udem, fraktur 1/3 lateral tanpa rupture ligamentum korakoklavikulare, deformitas tidak jelas
3.      Nyeri tekan (tenderness)
4.      Krepitasi
5.      Pemeriksaan penunjang : radiologi dan laboratorium

http://3.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqbEm00GPI/AAAAAAAAAEc/LzD348GAbuI/s320/claficula.jpg

                                                                                                          Gambar 1 klavikula
Penatalaksanaan
·         Konservatif : pasang ransel verban (Figure of Eight) sampai rasa sakit hilang
·         Operatif:
o   Indikasi dilakukan tindakan operatif
1.      Fraktur terbuka
2.      Rupture ligamentum korakoklavikulare
3.      Gangguan neurovaskuler
4.      Delayed/ non-union
5.      Kosmetik

2.3.2        Fraktur Skapula
Akibat trauma langsung. Fraktur korpus dan kollum scapula umumnya terjadi pergeseran akibat tarikan otot-otot yang melekat disitu.
·           Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung pada dada posterolateral.
·           Manifestasi klinis : nyeri local dan pembengkakan serta adanya associated injury.

Pemeriksaan Diagnostik
·           X ray : AP bahu, dengan atau tanpa Scapular View.
·           Komplikasi : Fraktur scapular bisaanya terkait dengan cedera intrathorax yang signifikan seperti kosta, fraktur vertebral, fraktur klavikular, cedera pembuluh darah pulmonal dan pleksus brachialis.
·           Terapi :
1.        Isolated Scapular Fracture: Broad arm sling dan analgesic, kontrol ke klinik ortopedi setelah 3 hari.
2.        Bersamaan dengan cedera intratoraks yang lain: MRS ke bedah umum.
Terapi
Konservatif (istirahat dan mobilisasi dini setelah sakit hilang).
2.3.3        Dislokasi Sternoklavikular
Mekanisme cidera
Cedera yang jarang terjadi. Biasanya disebabkan oleh kompresi lateral pada bahu. Jarang sekali terjadi akibat pukulan langsung pada dada.
Dislokasi anterior jauh lebih sering terjadi pada dislokasi posterior.
            Gambaran klinik
Dislokasi anterior
Dislokasi posterior
-          Ujung medial klavikula akan membentuk benjolan yang menonjol pada sendi sternoklavikular
-          Nyeri
-          Biasanya tidak terdapat komplikasi kardiotoraks
-          Jarang terjadi, tetapi lebih berbahaya
-          Rasa tidak enak sangat terasa
-          Tulang rusuk dapat mengalami fraktur
-          Kadang-kadangpasien mengalami syok dan dispnea

Sinar x: karena tumpang tindihnya bayangan, hasil sinar x biasanya sulit ditafsirkan. CT adalah metode ideal untuk mendiagnosis dislokasi anterior atau posterior tetapi tidak termasuk fraktur pada ujung medialklavikula.
           
 Terapi
a. Dislokasi anterior
Basanya dapat direduksi dengan memberikan tekanan pada klavikula dan menarik lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi. Tetapi, biasanya sendi ini berdislokasi lagi. Keadaan ini tak banyak membawa masalah, fungsi akan pulih kembali sepenuhnya. Meskipun dapat memakan waktu beberapa bulan. Fiksasi internal tak diperlukan dan berbahaya karena ada pembuluh besar di belakang sternum)
b. Dislokasi posterior
Reduksi dilakukan secepat mungkin. Biasanya dapat dilakukan secara tertutup (kalau perlu dengan anestesi umum) dengan membaringkan pasien pada karung pasir diantara skapula dan kemudian menarik lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi dan ekstensi. Kalau gagal, ujung medial klavikula dicepit dengan forsep tulang dan ditarik ke depan. Setelah reduksi, bahu diperkuat lagi dengan pembalut yang berbentuk angka delapan, yang dipakai selama 3 minggu.


2.3.4        Dislokasi Anterior pada Bahu
Secara statistic : 96% dislokasi anterior, 3,4% posterior, 0,1% inferior (luxatio ercto).
Dislokasi Anterior
·           Mekanisme trauma : jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu.
·           Manifestasi :
1.        Khas : penderita bisaanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku dengan menggunakan tangan sebelahnya.
2.        lengan dalam posisi abduksi ringan
3.        Kontur terlihat ‘squared off’
4.        Nyeri yang sangat.
·           X ray : AP dan axial atau Y-Scapular view akan membantu membedakan dislokasi anterior dengan posterior.
Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan Reduksi ( M & R). ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi bahu yang rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-M&R X ray. Namun, keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.
Perlu diperhatikan :
1.      Buat diagnosis melalui diagnosis fisik
2.      Lakukan foto rontgen  untuk mengevaluasi reduksi dan fraktur
3.      Dislokasi berulang adalah umum. Terutama pada pasien yang lebih muda.
Terapi:
·         Kurangi dislokasi akut dengan posisi supinasi
·         Jika reduksi  dilakukan dengan 2 orang penolong, satu orang dapat meletakkan sebuah kain diantara ketiak untuk traksi yang berlawanan. Tarik secara perlahan dengan siku yang flexi . ketika pasien merelaksasi otot-otot bahu, maka dapat dirasakan caput humeri masuk kembali ke dalam tempatnya
            Gambar 2 meletakkankainpadabahu
·         Jika reduksi dilakukan oleh 1 orang, letakkan kaki pada axilla, dan tarik tangan secara perlahan.
            Gambar 3 kaki pada axilla
·         Setelah reduksi, posisikan tangan seperti pada gambar untuk mencegah abduksi dan rotasi external
·         Lakukan latihan penguatan selama 6 minggu, dengan penekanan pada kekuatan rotasi internal
·         Dislokasi berulang ditanggulangi dengan cara yang sama. Setelah beberapa dislokasi, pertimbangkan untuk melakukan  stabilisasi bahu untuk mencegah dislokasi berulang.

2.3.5        Dislokasi posterior bahu
·           Mekanisme Trauma
1.        Bisaanya karena jatuh pada tangan yang terotasi ke dalam serta terjulur atau karena hantaman pada bagian depan bahu.
2.        Terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum listrik.
·           Manifestasi
1.        Lengan terletak berotasi internal dan adduksi
2.        Px merasakan nyeri, dan terdapat penurunan peregerakan dari bahu.
·           X ray : AP (Gambar 2a) dan Y scapular view (Gambar 2b)
Catatan : sangat mudah terjadi missdiagnosa dislokasi bahu posterior pada bahu AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat ‘light bulb sign’ karena rotasi internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum pada foto bahu AP.
·           Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.
·           Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior
1.        Untuk isolated dislokasi posterior, coba M&R dibawah IV conscious sedation.
2.        Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba M&R dibawah conscious sedation.
3.        Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk M&R di bawah GA, pertimbangkan ORIF.
·           Teknik :
1.        Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan pada posisi abduksi 90o.
2.        Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan rolledsheet dibawah aksilla perlu dilakukan.
3.        Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.
4.        Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada seorang dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan cuff.
5.        Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan early mobilization.
·           Disposisi : Klinik ortopedi setelah 3 hari.

2.3.6        Fraktur pada humerus proksimal
Fraktur ini mungkin melibatkan struktur anatomi neck humeral juga tuberositas atau dengan kombinasi yang bermacam-macam.
·           Mekanisme trauma : jatuh pada satu sisi, pukulan langsung pada area tersebut, atau jatuh dengan tangan yang terulur.
·           Manifestasi klinis:
1.    Nyeri tekan, pembengkakan pada proksimal humerus.
2.    Lebih lanjut, akan terdapat memar yang besar yang menuju pada bagian bawah lengan karena gravitasi.
·           X ray : foto AP dan lateral  humerus
·           Komplikasi :
1.    Adhesive capsulitis (frozen shoulder)
2.    Cedera struktur neurovascular
3.    Nekrosis avascular humeral head.
·           Terapi : pasang collar & cuff
·           Disposisi :
1.    Fraktur displaced tuberositas mayor yang berat mungkin membutuhkan MRS untuk ORIF dengan GA.
2.    Fraktur displaced yang ringan dapat KRS, kemudian control ke klinik ortopedik dalam 3 hari.

Biasanya terjadi setelah usia pertengahan dan banyak ditemukan pada wanita yang menderita osteoporosis pada masa pasca menopause. Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada lengan yang terlentang. Jenis cedera pada orang muda mungkin menyebabkan dislokasi bahu. Kadang-kadang terjadi fraktur dan dislokasi.
Terapi:
·           Fraktur yang sedikit bergeser : cukup di istirahatkan hingga nyeri mereda setelah itu dilakukan gerak pasif baru kemudian gerak aktif.
·           Fraktur dua bagian :
a.         Konservatif : velpeau verban
b.        Operativ : internal fiksasi
2.3.7        Fraktur batang humerus
http://2.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqbEcDcOvI/AAAAAAAAAEU/lHdNJuhuNe4/s320/btg+humerus.jpgBiasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena trauma lansung yang menyebabkan garis patah transversal atau kominutif.






                  Gambar 4 frakturhumerus
Manifestasi klinis, terjadi functi laesa lengan atas yang cidera, untuk menggunakan siku harus dibantu oleh tangan yang sehat. Bila terjadi gangguan pada nervus radialis , akan terjadi wrist drop ( drop hand ).
Penatalaksanaan, tindakan konservatif memberikan hasil yang baik karena fraktur humerus ini sangat baik daya penyembuhannya. Imobilisasi dengan gips berupa U-slab atau hanging cast selama 6 minggu.
2.3.8        Fraktur interkondilar humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk hutuf T atau Y
Manifestasi klinis, didaerah siku tampak jelas pembengkakan , kubiti varus atau kubiti valgus.
Penatalaksanaan,  permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila hanya konservatif, biasanya akan timbul kekauan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi keadaan ini dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan fiksasi interna dengan lag-screw.


2.3.9        Fraktur kolum humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur impaksi.
Manifestasi klinis, sakit diaderah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena fraktur impaksi merupakan fraktur yang stabil.
Penatalaksanaan, pada fraktur impaksi tidak diperlukan reposisi, lengan yang cidera cukup diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu. Bila disertai dialokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi posisi overhead.


2.4Siku dan Lengan Bawah
2.4.1        Fraktur suprakondilus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur
1.      Tipe ekstensi, trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke anterior dari fragmen proksimalnya.
2.      Tipe ekstensi, trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.
Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis , dapat terjadi komplikasi yang disebut dengan iskemia volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri radialis yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan tanda-tanda klinis adanya iskemia ini (pain, pallor, pulselesness, puffyness, paralises ).
http://4.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqbEv29KdI/AAAAAAAAAEs/cq8FG9zmtm4/s320/supracondilus.jpgGambar 5
Fraktursuprakondilus

           

Manifestasi klinis, pada tipe ekstensi posisi siku dalam posisi ekstensi. Pada tipe fleksi posisi siku dalam posisi fleksi (semifleksi).
        Penatalaksanaan, bila pembengkakan tak hebat, dapat dicoba reposisi dalam narkosis umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi secara perlahan-lahan. Gerakan fleksi diteruskan sampai arteri radialis mulai tak teraba. Kemudian siku diekstensikan sedikit untuk memastikan arteri radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spalk (foreslab). Pascaoperasi harus juga diperiksa denyut a. Radialis untuk menghindarkan terjadi komplikasi iskemia volksmann.

2.4.2  Fraktur bikondilus
http://2.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqcaWRYa9I/AAAAAAAAAFM/rGn03WIK8dQ/s320/T+Y.jpgDiakibatkan jatuh pada pusat siku menyebabkan procecus olekranon terdorong ke atas, membelah kondilus menjadi dua.








                                              Gambar 6 frakturbikondilus
Terapi :
·           Konservatif : slab posterior dengan siku berfleksi hamper 90 derajat, gerakan dimulai setelah 2 minggu Fraktur tanpa pergeseran hanya membutuhkan.
·           Fraktur yang cukup bergeser dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.


2.4.3        Fraktur-pemisahan pada epifisis kondilus lateral
Epifisis kondilus lateral mulai mengeras selama tahun pertama kehidupan dan berfusi dengan batang setelah 12-16 tahun. Antara usia-asia ini, bagian ini dapat terlepas atau teravuli bila traksi terlalu kuat.Disebabkan jatuh pada tangannya dengan siku menekan dalam varus. Gambaran klinik, siku membengkak (tapi tidak mengalami deformitas) dan terdapat nyeri tekan pada kondilus lateral.
Terapi :
·           Konservatif : Dibebat backslap dengan siku flexi 90 drajat atau dapat dimanipulasi kedalam posisinya dengan mengekstensikan siku dan menekan kondilus dan kemudian melakukan fiksasi pada fragmen dengan pen perkutan (Sedikit pergeseran lengan).
·           Operativ : reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan pen atau sekrup.

2.4.4        Fraktur-pemisahan pada epifisis kondilus medial
Pemisahan epifisis kondilus medial mulai mengeras pada umur sekitar 5 tahun dan berfusi dengan batang sekitar umur 16 tahun; antara usia ini dapat terjadi avulse akibat jatuh pada tangan dengan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi.Epifisis tertarik ke distal oleh flesor pergelangan tangan yang melekat.
Terapi :
·           Konsevatif ; manipulasi dengan siku dalam valgus dan pegelangan tangan hyperekstensi ( untuk menarik otot flesor).

2.4.5        Fraktur-pemisahan seluruh epifisis distal humerus
Pasca cidera yang hebat segmen ini dapat terpisah secara utuh. Contohnya, pada cedera waktu melahirkan.
Terapi:
·           Fraktur yang brgeser ke posterior : direduksi secepat mungkin,dibawah anestesi umum. Ini dilakukan dengan maneuver secara metodik dan berhati-hati.
·           Fraktur yang bergeser ke anterior : direduksi dengan menarik lengan bawah dengan siku pada posisi semi fleksi.

2.4.6        Fraktur kapitulum
http://4.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqcaX_WFWI/AAAAAAAAAFE/NwSeL7yEtzE/s320/Image22.jpgFraktur ini hanya terjadi pada orang dewasa. Jatuh biasanya dengan posisi siku lurus. Setengah anterior kapitulum dan trokhlca patah dan bergeser ke proksimal. Gambaran kliniknya; depan siku yang tampak penuh merupakan tanda yang paling menonjol. Fleksi sangat terbatas.


Gambar 7 frakturkapitulum

Terapi :
·           Konsevatif : diterapi dengan pembebatan sederhana selama 2 minggu (fraktur yang tak bergeser).
·           Operativ : untuk fraktur yang bergeser

2.4.7        Fraktur kaput radius
Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa.Disebabkan karena jatuh pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan menekan kaput radius pada kapitulum.
http://3.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqcafZZ87I/AAAAAAAAAE0/6g5Ghbh46-g/s320/caput+radius.jpg
Gambar 8 fraktur kaput radius
Terapi :
·           Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset selam 3 minggu.
·           Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kembalidengan kawat kirschner.
·           Fraktur kominutif diterapi dengan reduksi kaput radius.

2.4.8        Fraktur leher radius
Jatuh pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan menekan kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak atau patah; pada anak-anak tulang lebih mungkin menglami fraktur pada leher radius.
Terapi :
·           Pergeseran sampai 20 derajat dengan lengan diistirahatkan dalam collar dan manset dan latihan dimulai setelah satuminggu.
·           Pergeseran lebih 20 derajat, direduksi dengan lengan ditarik kedalam estensi dan sedikit varus.

2.4.9 Fraktur olekranon
·           Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada siku, juga karena kontraksi yang kuat pada otot trisep.
·           Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak/bruising (memar) di daerah olekranon.
·           X ray : AP dan lateral siku.
·           Terapi :
1.    Jika tidak terdapat displacement dari fraktur, atau ada tapi minimal, pasang long arm back slab dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.
2.    Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS untuk M&R dibawah GA, KIV ORIF

Terjadi disebabkan karena pukulan langsung atau jatuh pda siku dan akibat dari traksi ketika jatuh pada pada otot tangan saat otot trisep berkontraksi.
http://2.bp.blogspot.com/_jvValNFlpGI/SYqbEo43VWI/AAAAAAAAAEk/a_liPP38aoI/s320/f+olecranon.jpg
Gambar 9 frakturolekranon
Terapi :
·           Konservatif : diimobilisasi dengan gips pada posisi fleksi 60 derajat selama 2-3 minggu dan kemudian latihan dimulai ( fraktur yang tak bergeser ).
·           Operativ : Fraktur direduksi dan ditahan dengan sekrup panjang atau dengan pemasangan kawat dengan tegangan ( tension band wiring ) fraktur yang bergeser.

2.4.10    Fraktur monteggia
Fraktur montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertaidislokasi sendi radiusulna proksimal. Terjadi karena trauma lansung.
Manifestasi klinis, terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi ( lebih sering ) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi , gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior.
Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menetukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius.
Penatalaksanaan, dilakukan reposisi tertutup . asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan diatas siku dengan posisi siku fleksi 90 derajat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).

2.5        Pergelangan tangan dan tangan
2.5.1 Fraktur colles
Deformitas pada fraktur ini berbentukj seperti sendok makan ( inner frok deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).
Manifestasi klinis
ü  Fraktur metafisis distal radius dengan jarak lebih kurang 2,5 cm dari permukaan sendi distal radius.
ü  Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal
ü  Subluksasi sendi radioulnar distal
ü  Avulsi prosesus stilodeus ulna
Penatalaksanaan, pada fraktur colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan pemasangan gips sirkcular dibawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna ( untuk mengoreksi deviasi radial ) dan diputar ke arah pronasio ( untuk mengoreksi supinasi ). Imobilisasi dilakukan selama 4-6 minggu.
2.5.2        Fraktur smith
Fraktur smith, merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior ( volar ), karena itu sering disebut reverse colles frakture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.
Manifestasi klinis, penonjolan dorsal fragmen proksimal fragmen distal disisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade deformity).
Penatalaksanaan, dilakukan reposisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi ringan, deviasi ulnar dan supinasi maksimal (kebalikan posisi colles). Lalu diimobilisasi dengan gips diatas siku selama 4-6 minggu.
2.5.3  Fraktur skafoid karpal
·           Mekanisme trauma :
1.    bisaanya karena jatuh pada posisi tangan terulur
2.    kadang karena ‘kickback’ ketika menggunakan ‘starting handle’, pompa atau kompresor.
·           Manifestasi klinis
1.    Nyeri pada tepi radial pergelangan tangan
2.    nyeri tekan pada anatomical snuffbox dan aspek ventral serta dorsal dari scapoid.
·           X ray : AP dan lateral view dari pergelangan tangan (gambar 7b), juga Scaphoid view (gambar 7a).
Catatan : Scaphoid view harus dilakukan pada semua px dengan nyeri tekan pada ‘snuffbox’ area.
·           Komplikasi : nekrosis avaskular nekrosis/ non-union/osteoarthritis/suddeck’s atrophy.
·           Terapi :
1.    pada kasus fraktur scaphoid definitive : pasang scaphoid spica splint dan control pada klinik ortopedi setelah 5 hari.
2.    Pada kasus dengan kecurigaan fraktur scapoid namun tidak ada gambaran fraktur pada X ray, maka paang scaphoid spica splint dan control pada klinik ortopedi setelah 10-14 hari.
2.5.4        Dislokasi Lunate
·           Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan yang terulur.
·           Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak
·           X ray : AP dan lateral pergelangan tangan (gambar 8)
·           Komplikasi : palsy nervus medianus/avaskularnekrosis/sudeck’s atrophy.
·           Terapi :
1.    Reduksi dibawah Bier’s Block
2.    Monitor tanda vital dan EKG.
·           Teknik Reduksi
1.    Pasang traksi untuk mensupinasi pergelangan tangan
2.    Luruskan pergelangan tangan, pertahankan tarikan tersebut.
3.    Aplikasikan tekanan dengan ibu jari pada lunate.
4.    Fleksikan pergelangan tangan secepatnya ketika anda merasakan lunate masuk ke dalam tempatnya.
5.    Pasang short arm back slab pada posisi pergelangan tangan agak fleksi.
·           Disposisi
1.    bila reduksi berhasil, control ke klinik ortopedi setelah 2 hari.
2.    Jika percobaan reduksi tidak berhasil, pasang backslab dan MRS untuk ORIF

2.5.5        Dislokasi Perilunate
·           Mekanisme trauma : karena jatuh saat tangan terulur atau hantaman langsung pada tangan.
·           Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak, dan deformitas.
·           X ray : AP dan oblique view dari metacarpal.
·           Terapi :
1.    Jika fraktur undisplaced, pasang short arm backslab dan control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
2.    Jika fraktur displaced, coba reduksi di bawah Bier’s block, diikuti dengan aplikasi backslab. Control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.
3.    Jika fraktur melibatkan metacarpal neck, splint harus diluruskan diluar PIPJ dengan MCJP pada saat fleksi 90o. control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari. 














BAB III
 KESIMPULAN DAN SARAN
A.   kesimpulan
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma pada ekstremitas atas dapat terjadi berupa fraktur dan dislokas. Untuk menegakkan diagnosa dibutuhkan anamnesa yang baik, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan trauma baik fraktur maupun dislokasi tergantung dari jenis trauma yang diderita pasien
B.     Saran
a.       Untuk karya tulis ilmiah selanjutnya
Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi karya tulis ilmiah selanjutnya yang ingin membuat karya tulis ilmiah dengan topik dan ruang lingkup yang sama.
b.      Untuk radiographer danpihakrumahsakit
Hasil karya tulis ilmiah ini hendaknya dapat dijadikan sebagai informasi bagi radiografer dalam proses belajar khususnya tentang trauma ekstremitas atas.










DAFTAR PUSTAKA

·         Apley graham A. Dkk. 1995.buku ajar ortopedi fraktur sistem apley edisi 7. jakarta;wydia medika
·         Bickley s. Lynn. 2008.buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates edisi 5. jakarta;EGC
·         Burnside dkk. 1995.adams diagnosis fisik. jakarta;EGC
·         Malik amirmuslim Prof. Dr. PhD dkk. 2011. BRP modul gawat darurat bedah. padang;FK UNBRAH
·         Mansjoer arif dkk. 2009.kapita selekta kedokteran jilid 2. jakarta;media aesculapius
·         Sjamsuhidajat R. Dkk. 2005. buku ajar ilmu bedah. jakarta;EGC

Follow me @Hello_KittyAR