SAYAKA'S HEART
Tik! Tik! Tik! Kriiiing!
Jam weker yang ada di sisi ranjangnya berbunyi. Matahari bersinar sangat cerah pagi ini, membuat sang pemilik kamar terbangun dari tidurnya. Matanya bergerak kearah jam weker dan mematikannya. Bibirnya bergumam mengucapkan jam yang sekarang tertera di hadapannya, masih jam enam.
Matanya menatap sekeliling kamar. Kemudian ia menutup matanya kembali. Menurutnya, tinggal seorang diri di rumah itu sangat menyenangkan. Tidak ada orang yang harus meneriakinya pagi-pagi jikalau dirinya terlambat bangun.
Tok! Tok! Tok!
Suara pintu diketuk dengan lembut dari luar. Ia membuka matanya lagi, dipikirannya mulai timbul rasa kesal karena seseorang datang mengganggu tidurnya. Namun ia tidak peduli, paling hanya orang salah alamat.
Tik! Tik! Tik! Kriiiing!
Jam weker yang ada di sisi ranjangnya berbunyi. Matahari bersinar sangat cerah pagi ini, membuat sang pemilik kamar terbangun dari tidurnya. Matanya bergerak kearah jam weker dan mematikannya. Bibirnya bergumam mengucapkan jam yang sekarang tertera di hadapannya, masih jam enam.
Matanya menatap sekeliling kamar. Kemudian ia menutup matanya kembali. Menurutnya, tinggal seorang diri di rumah itu sangat menyenangkan. Tidak ada orang yang harus meneriakinya pagi-pagi jikalau dirinya terlambat bangun.
Tok! Tok! Tok!
Suara pintu diketuk dengan lembut dari luar. Ia membuka matanya lagi, dipikirannya mulai timbul rasa kesal karena seseorang datang mengganggu tidurnya. Namun ia tidak peduli, paling hanya orang salah alamat.
Sayaka 's Heart - Cerpen Romantis Sedih |
Tok! Tok! Tok!
Kali ini pintu diketuk agak keras. Ia membuka mata lagi, kemudian dengan perasaan yang sangat terpaksa, ia melangkah membukakan pintu untuk orang yang sedari tadi tidak tahu diri mengganggu tidurnya.
“Selamat pagi!” ucap seorang gadis sambil menunduk sopan di hadapannya.
“Siapa kau?” dirinya menatap gadis yang ada di hadapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Nama saya Sayaka Mizuki. Senang berkenalan dengan anda, Matsumoto Haruki!” ucap seorang gadis yang bernama Sayaka itu.
Haruki Matsumoto terkejut. “Dari mana kau tahu?”
“Namamu? Aku tahu dari orang-orang yang tinggal di sekitar sini.” Sayaka memberikan senyuman manisnya.
“Apa kau tidak lihat jam? Sekarang masih jam enam!” ucap Haruki agak kesal.
“Maaf! Aku terlalu terburu-buru pagi ini!” Sayaka membungkuk lagi. Ia sangat merasa bersalah.
“Ya, kau tahu dimana kesalahanmu. Apa yang kau inginkan?”
“Aku menyukaimu, jadilah pacarku Matsumoto!” ucap Sayaka sambil menundukkan wajah karena malu.
“Heh? Aku?” teriak Haruki kaget.
.
.
.
“Aku tidak mengerti mengapa keadaan rumahmu sangat bersih.”
“Apa yang kau pikirkan? Aku bukan orang yang malas membersihkan rumah!” protes Haruki.
Sayaka melangkah memasuki tiap ruangan yang ada di rumah itu. Haruki sedang sibuk merapikan kamarnya sendiri. Hari ini dan juga pagi ini, kedua orang itu resmi pacaran. Meskipun Haruki masih heran kenapa dia harus menerima pernyataan cinta Sayaka.
“Ah, Haruki! Bagaimana kalau kita kencan!” ujar Sayaka semangat.
“Kita bahkan belum pacaran lebih dari tiga jam dan kau sudah mau kencan? Terlebih lagi, kau langsung memanggilku menggunakan nama depan!”
“Maafkan aku, tapi aku sangat ingin keluar kencan denganmu. Tidak masalah jika hanya berjalan-jalan di sekitar rumah.”
Haruki menghela napas. “Baiklah, itu tidak akan jadi masalah buatku.”
Setelah membersihkan kamarnya, Haruki meraih jaketnya yang ditaruh di atas sofa, kemudian ia menarik Sayaka untuk segera keluar.
“Kau mau kemana?” tanya Haruki.
“Aku mau ke taman. Sepasang kekasih akan ke taman sambil makan siang.”
Haruki menghela napas. “Baiklah.” Mereka berdua duduk di salah satu kursi taman.
“Oh, ya. Haruki, apa kau pernah berpacaran?” tanya Sayaka.
“Pernah… bukan! Mungkin lebih tepatnya tidak pernah.” Haruki membuang muka.
“Apa yang terjadi?” Haruki memperbaiki posisi duduknya. Ia bersandar pada punggung kursi taman. “Pacarku meninggalkanku dan setelah itu tidak memberikan kabar lagi. Ia meninggalkanku tanpa alasan.”
Sayaka menatap kosong ke depan. Kemudian ia menatap Haruki lagi. “Sekarang bagaimana perasaanmu kepada gadis itu?”
“Aku tidak tahu. Di sisi lain aku membencinya yang meninggalkanku tanpa alasan, tapi aku juga merasa masih mencintainya.”
“Benarkah?” ucap Sayaka kaget. Wajahnya berubah menjadi kusut.
Haruki menatap Sayaka yang tengah tenggelam dalam pikirannya. “Tapi, semoga kau tidak sama seperti gadis itu.”
Sayaka berdiri dari duduknya dengan perasaan sedih. “Ano… Aku pergi dulu, terima kasih untuk hari ini. Aku akan datang besok pagi lagi.”
“O-oh. Kau baik-baik saja?” tanya Haruki.
Sayaka berbalik menatap Haruki. Kemudian ia menegembangkan senyumnya. “Daijoubu!” Kemudian ia berlari meninggalkan tempat itu, meninggalkan sosok Haruki yang termangu heran.
.
.
.
“Haruki! Selamat pagi!” seru Sayaka. Ia mengetuk pintu rumah Haruki berkali-kali.
Haruki melangkah membukakan pintu. “Yo! Kau datang lebih pagi dari biasanya.” Matanya menatap jam yang diapajang di dinding dekat jendela.
“Gomennasai! Aku tidak melihat jam pagi ini…” ucap Sayaka sambil menunduk sopan.
“Mau apa datang kemari?” tanya Haruki.
Sayaka menatap sekeliling. “Ano… aku ingin ke suatu tempat.”
Haruki menggaruk belakang kepalanya. “Mau kemana?”
“Aku mau ke sekolah lamaku.” Perlahan, nada suara Sayaka terdengar memelan.
Haruki mengangguk santai. “Baiklah, aku bersiap dulu.”
Setelah bersiap, Sayaka segera menarik tangan Haruki. Ia menggenggam tangan Haruki dengan erat. Haruki yang menyadari itu sedari tadi menatap tangan mereka.
‘Ada apa dengannya?’ batin Haruki sambil menatap Sayaka dari samping.
Mereka akhirnya tiba. “Ini adalah sekolahku…” ucap Sayaka sambil menatap gedung sekolah yang ada di hadapannya.
Haruki menatap gedung sekolah itu. Ia terkejut. “Ini… dulu kau sekolah di sini juga?” tanya Haruki.
“Dulu. Aku sekolah di sini hanya dua tahun.”
“Ya. Pacarku juga sama. Ia hanya memiliki waktu dua tahun di sekolah ini. Setelah itu ia meninggalkanku.” Haruki mengeratkan genggamannya pada tangan Sayaka.
“Tapi aku ada di sini. Aku bersamamu!” ucap Sayaka sambil menatap wajah Haruki.
Haruki tersenyum, kemudian ia menarik tangan Sayaka untuk masuk ke dalam sekolah itu. Kebetulan sekarang libur, jadi mereka bebas memasuki sekolah lamanya itu.
“Kau sekolah di sini tapi aku tidak pernah ingat kau!” ucap Haruki.
“Jahat sekali! Tapi aku memang kurang pergaulan. Aku lebih senang sendiri…” ucap Sayaka sambil duduk di salah satu bangku.
“Cuma perasaanku atau seperti apa tapi aku merasa kau dan pacarku memiliki banyak persamaan.”
Sayaka berdiri dari duduknya. “Jangan selalu membandingkanku dengan pacarmu!” Sayaka mulai kesal.
Haruki berdiri tepat di depan Sayaka. “A-ada apa denganmu?”
“Kau selalu menyamakankku dengan pacarmu!” teriak Sayaka.
“Maaf. Aku juga tidak tahu apa-apa. Selama ini aku belum pernah memikirkannya. Begitu bertemu denganmu aku langsung memikirkannya.”
Sayaka menyandarkan dirinya pada dada Haruki. “Aku hanya tidak mau kau tenggelam dalam kesedihanmu dengan mantan pacarmu itu.”
Haruki menundukkan kepala, tersirat rasa penyesalan dalam pikirannya. Tangannya memeluk tubuh Sayaka. Pertama kalinya ia memeluk Sayaka.
“Aku menemuimu karena aku tidak mau kau sedih! Aku tidak mau kau terus-terus tersakiti oleh orang itu!” teriak Sayaka.
“Aku akan baik-baik saja. Maaf karena aku mengucapkan hal yang membuatmu kesal.”
Sayaka mengangguk, ia menatap wajah Haruki. Sayaka tersenyum. “Tidak apa-apa!”
‘Harusnya aku tidak memiliki perasaan ini. Harusnya aku tidak menyukainya. Ia baru bertemu denganku kemarin. Tapi aku merasa mulai nyaman dengannya…’ batin Haruki heran.
Haruki menatap wajah Sayaka agak lama. Haruki mendekatkan wajahnya ke wajah Sayaka. Sadar dengan keadaanya, Haruki segera memundurkan wajahnya. Ia mundur menjauhi Sayaka.
“Maaf, maaf! Aku tidak bermaksud sembarangan!” ucap Haruki.
Sayaka tersenyum. “Tidak apa-apa!” ucap Sayaka sambil melangkah keluar kelas.
Malamnya Haruki sedang asyik duduk di atas ranjangnya yang empuk itu. Ia membalikkan lembaran demi lembaran kertas yang ada di pangkuannya. Dengan cekatan pula ditulisnya sesuatu ke dalam buku lain.
“Haruki!” ucap Sayaka sambil duduk di ranjang Haruki.
Haruki mengangkat wajahnya. Ia menatap wajah Sayaka yang saat ini tersirat sebuah perasaan aneh di sana.
“Ada apa?” tanya Haruki.
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Sayaka.
“Aku sedang mengerjakan beberapa tugas kuliah. Aku tidak bisa diam terus tanpa mengerjakannya.”
Sayaka berbaring di samping Haruki. Ia mengeluarkan sebuah buku dari pelukannya. “Coba lihat.”
Haruki menatap buku yang ada di tangan Sayaka. “Buku itu…,” Haruki membulatkan mata.
“Itu ‘kan buku yang dimiliki mantan pacarku!” ucap Haruki kaget. Buku itu berisi tulisan dan album foto yang sudah lama. Haruki heran dengan keberadaan buku itu. Seingatnya, buku itu sudah ia berikan kepada mantan pacarnya.
Sayaka mengangguk. “Ayo, kita lihat!” ucap Sayaka sambil bangkit dan duduk di depan Haruki. Ia menaruh buku itu di hadapannya.
“Kenapa bisa ada padamu?” tanya Haruki.
“Aku menemukannya di…,” Sayaka menatap sekeliling kamar Haruki, sesekali ia menengok ke luar kamar. “Aku temukan di salah satu rak buku!”
“Benarkah? Aku pikir itu sudah kuberikan kepada orang lain.” ucap Haruki.
“Apa kau sudah melupakan semua yang ada di dalam sini?” tanya Sayaka.
“Yah. Aku sudah tidak ingat apa yang ada di dalam buku itu…” ucap Haruki sambil menundukkan kepala.
“Bagaimana kalau kita melihatnya lagi?” ucap Sayaka sambil tersenyum senang dan dibalas anggukan mantap dari Haruki.
Sayaka mulai membuka lembaran pertama buku itu. Pada lembaran pertama, terdapat tulisan yang mungkin berisi mengenai ungkapan hati pemilik buku. Haruki membacanya dengan serius, namun entah mengapa hal itu membuatnya sedih. Tulisan ini adalah tulisan pacarnya yang sudah lama meninggalkannya.
Sayaka menatap wajah Haruki yang terlihat serius namun tersirat rasa sedih itu. Sayaka menundukkan kepala. Lembaran demi lembaran dibuka oleh Haruki, namun yang sedari tadi muncul hanyalah tulisan dari sang pemilik. Hingga ia tiba di lembaran terakhir dan juga merupakan pesan dari sang pemilik buku.
DEG! Haruki membulatkan mata begitu membaca akhir dari buku itu. Mengatakan waktu ditulisnya catatan itu dan meninggalkan nama pemilik buku, Mizuki Sayaka.
Haruki terkejut. Ia menatap Sayaka yang berada di hadapannya. Rupanya Sayaka tengah tertidur di sampingnya. Haruki kembali melanjutkan pandangannya kepada buku itu. Ia membalikkan halaman lagi, kali ini ia melihat beberapa foto di sana. Kali ini makin membuatnya terkejut, foto itu adalah foto mantan pacarnya dan juga memiliki wajah yang sama dengan Sayaka.
“Kau sudah bisa mengetahuinya, ‘kan?” ucap Sayaka yang terbangun dari tidurnya.
Haruki berbalik menatap Sayaka. “Apa maksudnya? Apa kau adalah Mizuki Sayaka, mantan pacarku?” tanya Haruki.
Sayaka duduk di hadapan Haruki. “Benar. Aku memiliki buku itu. Aku adalah Sayaka Mizuki, mantan pacarmu. Tidakkah kau ingat itu, Haruki?” ucap Sayaka sedih.
“Bohong!” ucap Haruki.
Sayaka menggeleng. “Aku tidak berbohong…”
Haruki terkejut. Di pelupuk matanya mulai menggenang air matanya. “Tapi kau meninggalkanku waktu itu!” teriak Haruki sambil mengguncang bahu Sayaka.
Sayaka menangis. Ia tidak sadar bahwa Haruki sampai sesedih ini. “Maaf! Aku tidak bermaksud meninggalkanmu!” ucap Sayaka.
“Kenapa?! Kenapa kau lakukan itu? Kemudian kau datang padaku untuk menjadi pacarku kembali?! Seandainya aku tahu dari awal aku juga tidak akan menerimamu kembali!” Haruki melepaskan guncangannya pada bahu Sayaka. Ia terdiam, ia membalikkan tubuhnya membelakangi Sayaka.
Terdiam cukup lama, akhirnya Sayaka mulai berbicara. “Sebenarnya… aku meninggalkanmu karena waktu itu aku sakit. Dokter mengatakan hidupku tidak akan lama lagi. Aku tidak berani bersamamu karena hidupku sangat singkat. Aku tidak ingin tenggelam dalam kesedihan karena meninggalkanmu…”
Haruki terdiam di tempat. Ia membeku. “A-apa yang kau katakan? Bodoh! Seandainya aku tahu seperti itu kebenarannya aku tidak akan membiarkanmu! Aku ingin bersamamu!”
Sayaka tersenyum. “Maaf. Aku hanya takut merasa sedih.”
“Tapi, sekarang kamu di sini. Aku tidak perlu khawatir lagi.” Haruki mengusap puncuk kepala Sayaka.
Sayaka menggeleng. Ia menggenggam erat lengan Haruki sambil menundukkan kepala. “Terlambat… Aku terlambat!” ucap Sayaka.
Haruki menatap Sayaka heran. “Apanya?”
“Aku meninggal sebelum aku menyadari bahwa meninggalkanmu adalah hal yang salah!” Sayaka kembali menangis.
Haruki membulatkan mata. Air matanya tidak mampu ia tahan. “Meninggal? Apa maksudnya? Tapi kau berada di sini.”
“Aku yang sekarang bukanlah diriku! Aku hanyalah roh yang diberikan kesempatan untuk bertemu denganmu. Aku memohon kepada Tuhan untuk bisa bertemu denganmu dalam keadaan apa adanya. Aku meminjam tubuhku untuk terakhir kalinya.”
Haruki memeluk tubuh Sayaka. “Jangan pergi. Kumohon jangan pergi!” teriak Haruki sambil mengeratkan pelukannya.
“Aku hanya diberi waktu sedikit. Aku harus segera pergi. Aku bersyukur bisa memanfaatkan waktu ini sebaik mungkin!” ucap Sayaka sambil memeluk Haruki.
“Jangan pergi!”
“Aku tidak bisa! Aku harus pergi.” Perlahan demi perlahan tubuh Sayaka mulai tak kasat mata. Haruki mulai merasa tidak dapat menyentuh Sayaka.
“Tapi aku harus bagaimana? Aku bisa gila kalau seperti ini! Kau meninggalkanku karena sakit. Hal itu membuatku merasa bersalah.”
Sayaka tersenyum. “Tidak perlu merasa bersalah. Aku selalu bersyukur karena bisa menemuimu. Kau harus jauh lebih bahagia daripada diriku, Haruki!”
“Aku tidak bisa bahagia tanpamu!!! Kau meninggalkanku! Aku tidak bisa!!!” teriak Haruki.
“Berjanjilah untuk selalu bersamaku. Kau akan selalu menginggatku meskipun hanya sedikit. Berjanjilah…”
Haruki terdiam sambil menangis. Haruki menatap Sayaka, ia sudah mulai menghilang. Tapi ia masih bisa merasakan tangan Sayaka yang memeluknya.
“Terima kasih! Terima kasih! Aku mencintaimu…” bisik Sayaka sebelum semua tubuhnya mulai menghilang. Haruki sudah tidak merasakan tubuh Sayaka yang memeluknya lagi.
Haruki mengangkat wajahnya. Sudah tidak ada Sayaka di hadapannya. Ia mulai menangis lagi. Sayaka sudah pergi untuk selamanya. Haruki menatap buku Sayaka yang ada di hadapannya, diambilnya buku itu kemudian dipeluknya erat.
“Aku berjanji! Aku berjanji akan selalu mengingatmu. Pastikan kau akan selalu bersamaku, Sayaka…”
Kali ini pintu diketuk agak keras. Ia membuka mata lagi, kemudian dengan perasaan yang sangat terpaksa, ia melangkah membukakan pintu untuk orang yang sedari tadi tidak tahu diri mengganggu tidurnya.
“Selamat pagi!” ucap seorang gadis sambil menunduk sopan di hadapannya.
“Siapa kau?” dirinya menatap gadis yang ada di hadapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Nama saya Sayaka Mizuki. Senang berkenalan dengan anda, Matsumoto Haruki!” ucap seorang gadis yang bernama Sayaka itu.
Haruki Matsumoto terkejut. “Dari mana kau tahu?”
“Namamu? Aku tahu dari orang-orang yang tinggal di sekitar sini.” Sayaka memberikan senyuman manisnya.
“Apa kau tidak lihat jam? Sekarang masih jam enam!” ucap Haruki agak kesal.
“Maaf! Aku terlalu terburu-buru pagi ini!” Sayaka membungkuk lagi. Ia sangat merasa bersalah.
“Ya, kau tahu dimana kesalahanmu. Apa yang kau inginkan?”
“Aku menyukaimu, jadilah pacarku Matsumoto!” ucap Sayaka sambil menundukkan wajah karena malu.
“Heh? Aku?” teriak Haruki kaget.
.
.
.
“Aku tidak mengerti mengapa keadaan rumahmu sangat bersih.”
“Apa yang kau pikirkan? Aku bukan orang yang malas membersihkan rumah!” protes Haruki.
Sayaka melangkah memasuki tiap ruangan yang ada di rumah itu. Haruki sedang sibuk merapikan kamarnya sendiri. Hari ini dan juga pagi ini, kedua orang itu resmi pacaran. Meskipun Haruki masih heran kenapa dia harus menerima pernyataan cinta Sayaka.
“Ah, Haruki! Bagaimana kalau kita kencan!” ujar Sayaka semangat.
“Kita bahkan belum pacaran lebih dari tiga jam dan kau sudah mau kencan? Terlebih lagi, kau langsung memanggilku menggunakan nama depan!”
“Maafkan aku, tapi aku sangat ingin keluar kencan denganmu. Tidak masalah jika hanya berjalan-jalan di sekitar rumah.”
Haruki menghela napas. “Baiklah, itu tidak akan jadi masalah buatku.”
Setelah membersihkan kamarnya, Haruki meraih jaketnya yang ditaruh di atas sofa, kemudian ia menarik Sayaka untuk segera keluar.
“Kau mau kemana?” tanya Haruki.
“Aku mau ke taman. Sepasang kekasih akan ke taman sambil makan siang.”
Haruki menghela napas. “Baiklah.” Mereka berdua duduk di salah satu kursi taman.
“Oh, ya. Haruki, apa kau pernah berpacaran?” tanya Sayaka.
“Pernah… bukan! Mungkin lebih tepatnya tidak pernah.” Haruki membuang muka.
“Apa yang terjadi?” Haruki memperbaiki posisi duduknya. Ia bersandar pada punggung kursi taman. “Pacarku meninggalkanku dan setelah itu tidak memberikan kabar lagi. Ia meninggalkanku tanpa alasan.”
Sayaka menatap kosong ke depan. Kemudian ia menatap Haruki lagi. “Sekarang bagaimana perasaanmu kepada gadis itu?”
“Aku tidak tahu. Di sisi lain aku membencinya yang meninggalkanku tanpa alasan, tapi aku juga merasa masih mencintainya.”
“Benarkah?” ucap Sayaka kaget. Wajahnya berubah menjadi kusut.
Haruki menatap Sayaka yang tengah tenggelam dalam pikirannya. “Tapi, semoga kau tidak sama seperti gadis itu.”
Sayaka berdiri dari duduknya dengan perasaan sedih. “Ano… Aku pergi dulu, terima kasih untuk hari ini. Aku akan datang besok pagi lagi.”
“O-oh. Kau baik-baik saja?” tanya Haruki.
Sayaka berbalik menatap Haruki. Kemudian ia menegembangkan senyumnya. “Daijoubu!” Kemudian ia berlari meninggalkan tempat itu, meninggalkan sosok Haruki yang termangu heran.
.
.
.
“Haruki! Selamat pagi!” seru Sayaka. Ia mengetuk pintu rumah Haruki berkali-kali.
Haruki melangkah membukakan pintu. “Yo! Kau datang lebih pagi dari biasanya.” Matanya menatap jam yang diapajang di dinding dekat jendela.
“Gomennasai! Aku tidak melihat jam pagi ini…” ucap Sayaka sambil menunduk sopan.
“Mau apa datang kemari?” tanya Haruki.
Sayaka menatap sekeliling. “Ano… aku ingin ke suatu tempat.”
Haruki menggaruk belakang kepalanya. “Mau kemana?”
“Aku mau ke sekolah lamaku.” Perlahan, nada suara Sayaka terdengar memelan.
Haruki mengangguk santai. “Baiklah, aku bersiap dulu.”
Setelah bersiap, Sayaka segera menarik tangan Haruki. Ia menggenggam tangan Haruki dengan erat. Haruki yang menyadari itu sedari tadi menatap tangan mereka.
‘Ada apa dengannya?’ batin Haruki sambil menatap Sayaka dari samping.
Mereka akhirnya tiba. “Ini adalah sekolahku…” ucap Sayaka sambil menatap gedung sekolah yang ada di hadapannya.
Haruki menatap gedung sekolah itu. Ia terkejut. “Ini… dulu kau sekolah di sini juga?” tanya Haruki.
“Dulu. Aku sekolah di sini hanya dua tahun.”
“Ya. Pacarku juga sama. Ia hanya memiliki waktu dua tahun di sekolah ini. Setelah itu ia meninggalkanku.” Haruki mengeratkan genggamannya pada tangan Sayaka.
“Tapi aku ada di sini. Aku bersamamu!” ucap Sayaka sambil menatap wajah Haruki.
Haruki tersenyum, kemudian ia menarik tangan Sayaka untuk masuk ke dalam sekolah itu. Kebetulan sekarang libur, jadi mereka bebas memasuki sekolah lamanya itu.
“Kau sekolah di sini tapi aku tidak pernah ingat kau!” ucap Haruki.
“Jahat sekali! Tapi aku memang kurang pergaulan. Aku lebih senang sendiri…” ucap Sayaka sambil duduk di salah satu bangku.
“Cuma perasaanku atau seperti apa tapi aku merasa kau dan pacarku memiliki banyak persamaan.”
Sayaka berdiri dari duduknya. “Jangan selalu membandingkanku dengan pacarmu!” Sayaka mulai kesal.
Haruki berdiri tepat di depan Sayaka. “A-ada apa denganmu?”
“Kau selalu menyamakankku dengan pacarmu!” teriak Sayaka.
“Maaf. Aku juga tidak tahu apa-apa. Selama ini aku belum pernah memikirkannya. Begitu bertemu denganmu aku langsung memikirkannya.”
Sayaka menyandarkan dirinya pada dada Haruki. “Aku hanya tidak mau kau tenggelam dalam kesedihanmu dengan mantan pacarmu itu.”
Haruki menundukkan kepala, tersirat rasa penyesalan dalam pikirannya. Tangannya memeluk tubuh Sayaka. Pertama kalinya ia memeluk Sayaka.
“Aku menemuimu karena aku tidak mau kau sedih! Aku tidak mau kau terus-terus tersakiti oleh orang itu!” teriak Sayaka.
“Aku akan baik-baik saja. Maaf karena aku mengucapkan hal yang membuatmu kesal.”
Sayaka mengangguk, ia menatap wajah Haruki. Sayaka tersenyum. “Tidak apa-apa!”
‘Harusnya aku tidak memiliki perasaan ini. Harusnya aku tidak menyukainya. Ia baru bertemu denganku kemarin. Tapi aku merasa mulai nyaman dengannya…’ batin Haruki heran.
Haruki menatap wajah Sayaka agak lama. Haruki mendekatkan wajahnya ke wajah Sayaka. Sadar dengan keadaanya, Haruki segera memundurkan wajahnya. Ia mundur menjauhi Sayaka.
“Maaf, maaf! Aku tidak bermaksud sembarangan!” ucap Haruki.
Sayaka tersenyum. “Tidak apa-apa!” ucap Sayaka sambil melangkah keluar kelas.
Malamnya Haruki sedang asyik duduk di atas ranjangnya yang empuk itu. Ia membalikkan lembaran demi lembaran kertas yang ada di pangkuannya. Dengan cekatan pula ditulisnya sesuatu ke dalam buku lain.
“Haruki!” ucap Sayaka sambil duduk di ranjang Haruki.
Haruki mengangkat wajahnya. Ia menatap wajah Sayaka yang saat ini tersirat sebuah perasaan aneh di sana.
“Ada apa?” tanya Haruki.
“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Sayaka.
“Aku sedang mengerjakan beberapa tugas kuliah. Aku tidak bisa diam terus tanpa mengerjakannya.”
Sayaka berbaring di samping Haruki. Ia mengeluarkan sebuah buku dari pelukannya. “Coba lihat.”
Haruki menatap buku yang ada di tangan Sayaka. “Buku itu…,” Haruki membulatkan mata.
“Itu ‘kan buku yang dimiliki mantan pacarku!” ucap Haruki kaget. Buku itu berisi tulisan dan album foto yang sudah lama. Haruki heran dengan keberadaan buku itu. Seingatnya, buku itu sudah ia berikan kepada mantan pacarnya.
Sayaka mengangguk. “Ayo, kita lihat!” ucap Sayaka sambil bangkit dan duduk di depan Haruki. Ia menaruh buku itu di hadapannya.
“Kenapa bisa ada padamu?” tanya Haruki.
“Aku menemukannya di…,” Sayaka menatap sekeliling kamar Haruki, sesekali ia menengok ke luar kamar. “Aku temukan di salah satu rak buku!”
“Benarkah? Aku pikir itu sudah kuberikan kepada orang lain.” ucap Haruki.
“Apa kau sudah melupakan semua yang ada di dalam sini?” tanya Sayaka.
“Yah. Aku sudah tidak ingat apa yang ada di dalam buku itu…” ucap Haruki sambil menundukkan kepala.
“Bagaimana kalau kita melihatnya lagi?” ucap Sayaka sambil tersenyum senang dan dibalas anggukan mantap dari Haruki.
Sayaka mulai membuka lembaran pertama buku itu. Pada lembaran pertama, terdapat tulisan yang mungkin berisi mengenai ungkapan hati pemilik buku. Haruki membacanya dengan serius, namun entah mengapa hal itu membuatnya sedih. Tulisan ini adalah tulisan pacarnya yang sudah lama meninggalkannya.
Sayaka menatap wajah Haruki yang terlihat serius namun tersirat rasa sedih itu. Sayaka menundukkan kepala. Lembaran demi lembaran dibuka oleh Haruki, namun yang sedari tadi muncul hanyalah tulisan dari sang pemilik. Hingga ia tiba di lembaran terakhir dan juga merupakan pesan dari sang pemilik buku.
DEG! Haruki membulatkan mata begitu membaca akhir dari buku itu. Mengatakan waktu ditulisnya catatan itu dan meninggalkan nama pemilik buku, Mizuki Sayaka.
Haruki terkejut. Ia menatap Sayaka yang berada di hadapannya. Rupanya Sayaka tengah tertidur di sampingnya. Haruki kembali melanjutkan pandangannya kepada buku itu. Ia membalikkan halaman lagi, kali ini ia melihat beberapa foto di sana. Kali ini makin membuatnya terkejut, foto itu adalah foto mantan pacarnya dan juga memiliki wajah yang sama dengan Sayaka.
“Kau sudah bisa mengetahuinya, ‘kan?” ucap Sayaka yang terbangun dari tidurnya.
Haruki berbalik menatap Sayaka. “Apa maksudnya? Apa kau adalah Mizuki Sayaka, mantan pacarku?” tanya Haruki.
Sayaka duduk di hadapan Haruki. “Benar. Aku memiliki buku itu. Aku adalah Sayaka Mizuki, mantan pacarmu. Tidakkah kau ingat itu, Haruki?” ucap Sayaka sedih.
“Bohong!” ucap Haruki.
Sayaka menggeleng. “Aku tidak berbohong…”
Haruki terkejut. Di pelupuk matanya mulai menggenang air matanya. “Tapi kau meninggalkanku waktu itu!” teriak Haruki sambil mengguncang bahu Sayaka.
Sayaka menangis. Ia tidak sadar bahwa Haruki sampai sesedih ini. “Maaf! Aku tidak bermaksud meninggalkanmu!” ucap Sayaka.
“Kenapa?! Kenapa kau lakukan itu? Kemudian kau datang padaku untuk menjadi pacarku kembali?! Seandainya aku tahu dari awal aku juga tidak akan menerimamu kembali!” Haruki melepaskan guncangannya pada bahu Sayaka. Ia terdiam, ia membalikkan tubuhnya membelakangi Sayaka.
Terdiam cukup lama, akhirnya Sayaka mulai berbicara. “Sebenarnya… aku meninggalkanmu karena waktu itu aku sakit. Dokter mengatakan hidupku tidak akan lama lagi. Aku tidak berani bersamamu karena hidupku sangat singkat. Aku tidak ingin tenggelam dalam kesedihan karena meninggalkanmu…”
Haruki terdiam di tempat. Ia membeku. “A-apa yang kau katakan? Bodoh! Seandainya aku tahu seperti itu kebenarannya aku tidak akan membiarkanmu! Aku ingin bersamamu!”
Sayaka tersenyum. “Maaf. Aku hanya takut merasa sedih.”
“Tapi, sekarang kamu di sini. Aku tidak perlu khawatir lagi.” Haruki mengusap puncuk kepala Sayaka.
Sayaka menggeleng. Ia menggenggam erat lengan Haruki sambil menundukkan kepala. “Terlambat… Aku terlambat!” ucap Sayaka.
Haruki menatap Sayaka heran. “Apanya?”
“Aku meninggal sebelum aku menyadari bahwa meninggalkanmu adalah hal yang salah!” Sayaka kembali menangis.
Haruki membulatkan mata. Air matanya tidak mampu ia tahan. “Meninggal? Apa maksudnya? Tapi kau berada di sini.”
“Aku yang sekarang bukanlah diriku! Aku hanyalah roh yang diberikan kesempatan untuk bertemu denganmu. Aku memohon kepada Tuhan untuk bisa bertemu denganmu dalam keadaan apa adanya. Aku meminjam tubuhku untuk terakhir kalinya.”
Haruki memeluk tubuh Sayaka. “Jangan pergi. Kumohon jangan pergi!” teriak Haruki sambil mengeratkan pelukannya.
“Aku hanya diberi waktu sedikit. Aku harus segera pergi. Aku bersyukur bisa memanfaatkan waktu ini sebaik mungkin!” ucap Sayaka sambil memeluk Haruki.
“Jangan pergi!”
“Aku tidak bisa! Aku harus pergi.” Perlahan demi perlahan tubuh Sayaka mulai tak kasat mata. Haruki mulai merasa tidak dapat menyentuh Sayaka.
“Tapi aku harus bagaimana? Aku bisa gila kalau seperti ini! Kau meninggalkanku karena sakit. Hal itu membuatku merasa bersalah.”
Sayaka tersenyum. “Tidak perlu merasa bersalah. Aku selalu bersyukur karena bisa menemuimu. Kau harus jauh lebih bahagia daripada diriku, Haruki!”
“Aku tidak bisa bahagia tanpamu!!! Kau meninggalkanku! Aku tidak bisa!!!” teriak Haruki.
“Berjanjilah untuk selalu bersamaku. Kau akan selalu menginggatku meskipun hanya sedikit. Berjanjilah…”
Haruki terdiam sambil menangis. Haruki menatap Sayaka, ia sudah mulai menghilang. Tapi ia masih bisa merasakan tangan Sayaka yang memeluknya.
“Terima kasih! Terima kasih! Aku mencintaimu…” bisik Sayaka sebelum semua tubuhnya mulai menghilang. Haruki sudah tidak merasakan tubuh Sayaka yang memeluknya lagi.
Haruki mengangkat wajahnya. Sudah tidak ada Sayaka di hadapannya. Ia mulai menangis lagi. Sayaka sudah pergi untuk selamanya. Haruki menatap buku Sayaka yang ada di hadapannya, diambilnya buku itu kemudian dipeluknya erat.
“Aku berjanji! Aku berjanji akan selalu mengingatmu. Pastikan kau akan selalu bersamaku, Sayaka…”
Princess Rabbit ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar