2. Pengertian
Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi ini kadang-kadang dikenal juga sebagai proteksi radiologi ini memiliki beberapa pengertian yaitu :
Proteksi radiasi adalah perlindungan masyarakat dan lingkungan dari efek berbahaya dari radiasi pengion, yang meliputi radiasi partikel energi tinggi dan radiasi elektromagnetik.
Proteksi radiasi adalah suatu sistem untuk mengendalikan bahaya radiasi dengan menggunakan peralatan proteksi dan kerekayasaan yang canggih serta mengikuti peraturan proteksi yang sudah dibakukan.
Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.
Proteksi Radiasi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion.
Menurut BAPETEN, proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa proteksi radiasi adalah ilmu yang mempelajari tentang teknik yang digunakan oleh manusia untuk melindungi dirinya, orang disekitarnya maupun keturunannya dari paparan radiasi.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Organisasi proteksi radiasi internasional
1.Badan Tenaga Atom Internasional ( International Atomic Energy Agency, disingkat IAEA)
• Didirikan tahun 1956 di bawah PBB
• Semua peraturan pemerintah suatu negara yang memperoleh bantuan dari Badan tenaga Atom Internasional harus tunduk pada ketentuan kesehatan dan keselamatan badan tersebut.
• Semua ketentuan kesehatan dan keselamatan yang dikeluarkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional dituangkan dalam bentuk publikasi Safety Series
Tujuan dan peran IAEA
Sebagai badan energi atom dunia yang mempunyai dua misi (dual mission),
yaitu ‘committed to containing the spread of nuclear weapons’ dan ‘support the
elimination of the nuclear arsenals’, maka pembentukan IAEA adalah bertujuan:
• 1.Untuk meningkatkan dan memperbesar kontribusi energi atom bagi perdamaian,
kesehatan, kemakmuran di seluruh dunia
• 2. Untuk memastikan, sepanjang badan ini mampu melakukannya, bahwa setiap reactor nuklir, kegiatan, atau informasi yang berkaitan dengannya akan dipergunakan hanya untuk tujuan-tujuan damai.
• 3. Untuk memastikan bahwa segala bantuan baik yang diberikan maupun yang diminta atau di bawah pengawasannya tidak disalah-gunakan sedemikian rupa untuk tujuan militer.
Wewenang
Di dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 disebutkan bahwatugas pokok BAPETEN ialah melaksanakan tugas pemerintahan di bidangpengawasan tenaga nuklir melalui peraturan, perizinan dan inspeksi. Pengawasanterhadap pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia didasarkan pada Pasal 14Undang-Undang Nomor 10 tahun 1997 yang menyebutkan bahwa pengawasan terhadap tenaga nuklir dilaksanakan oleh Badan Pengawas melalui peraturan,perizinan dan inspeksi meliputi :
1. Keselamatan (Safety) : Upaya yang dilakukan agar tidak terjadi kecelakaanyang dapat merugikan individu, masyarakat, dan lingkungan hidup
2. Keamanan (Security) : Mencegah, mendeteksi, dan menanggapi adanyasabtase, pencurian, atau pengalihan ilegal dari bahan nuklir atau zat radioaktiftermasuk juga fasilitas terkait.
3. Safeguards : Mendeteksi, mengevaluasi, dan membuktikan bahwa bahannuklir yang digunakan untuk kegiatan maksud damai tidak dialihkan untukpembuatan senjata nuklir atau untuk tujuan yang tidak diketahu
2.Komisi internasional untuk perlindungan radiologi (ICRP).
• Bersifat independen dan beranggotakan perorangan yang ahli dalam masalah kesehatan dan keselamatan radiasi.
• Komisi ini didirikan pada kongres internasional radiologi ke 2 tahun 1928 sebagai Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi Terhadap Radium dan Sinar X.
• Pada tahun 1950 komisi tersebut mengubah nama menjadi ICRP
TUJUAN / TUGAS
Dalam penelitian radiobiologi dan dosimetri radiasi telah mengantarkan kearah perubahan dalam teknik penentuan nilai batas dosis,
WEWENANG
Berbagai perkembangan dalam penelitian radoibiologi dan dosimetri radiasi telah mengantarkan ke arah perubahan dalam teknik penentuan nilai batas dosis, sehingga pertemuan ICRP tahun 1950 itu memutuskan untuk
1.Menurunkan dosis tenggang menjadi 0,05 R (50 mR) per hari atau 0,3 R (300 mR) per minggu atau 15 R / tahun
2. Menetapkan kulit sebagai organ kritis dengan dosis tenggangnya sebesar 0,6 R (600 mR) per minggu.
3.KOMISI INTERNASIONAL UNTUK SATUAN DAN PENGUKURAN RADIOLOGI (ICRU)
• Didirikan tahun 1925, yang bertujuan mengembangkan rekomendasi mengenai satuan dan pengukuran radiologi yg secara internasional dapat di terima.
Tujuan dan peran ICRU
yang bertujuan mengembangkan rekomendasi mengaenai satuan dan pengukuran radiologi yang secara internasional dapat diterima, terutama dalam masalah-masalah sebagai berikut:
1.Besaran dan satuan radiologi dan radioaktivitas.
2.Prosedur yang tepat untuk pengukuran dan penetapan besaran-besaran tersebut dalam radiologi klinis dan radiobiologi.
3.Data fisika yang diperlukan dalam penetapan prosedur tersebut yang bila di gunakan akan menjamin keseragaman dalam pelaporan
2.2 LEMBAGA/ORGANISASI PROTEKSI RADIASI NASIONAL
1.Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
Sejarah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.BAPETEN bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia melalui peraturan perundangan, perizinan, dan inspeksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. BAPETEN didirikan pada ta1954 - 1958
TUJUAN
Tujuan Pengawasan tenaga nuklir, menurut UU No.
10/1997 ttg Ketenaganukliran, antara lain adalah:
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan
anggota masyarakat, serta melindungi lingkungan hidup.--->SAFETY
Untuk menjamin kesejahteraan, keamanan dan
ketenteraman masyarakat.--->SECURITY
Mencegah terjadinya perubahan pemanfaatan bahan
nuklir.--->SAFEGUARDS
WEWENANG
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
Perundang-undangan nasional melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran telah memberikan kewenangan bagi Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penggunaan tenaga nuklir, yang meliputi penegakan peraturan, perizinan, dan inspeksi. UU Ketenaganukliran juga mensyaratkan pemisahan antara badan pengawas (BAPETEN) dan badan peneliti (BATAN).
Lambang
2. Badan Tenaga Nuklir Nasional(BATAN)
Badan Tenaga Nuklir Nasional, isingkat BATAN, adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir. Kepala Batan saat ini dijabat oleh Prof. Dr. Djarot S. Wisnubroto (sejak tahun 4 September 2012) menggantikan Dr. Hudi Hastowo yang menggantikan Kepala BATAN periode sebelumnya yaitu Dr. Soedyartono Soentono, M.Sc
TUJUAN
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Keppres RI No. 64 Tahun 2005, BATAN ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BATAN dipimpin oleh seorang Kepala dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Tugas pokok BATAN adalah melaksanakan tugas pemerintahan dibidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, BATAN menyelenggarakan fungsi:
Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.
Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.
Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.
Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
BATAN mengoperasikan 3 buah reaktor nuklir di Indonesia, 2 buah reaktor Triga mark II dan sebuah reaktor nuklir 30 MW di Serpong.
WEWENANG
Kegiatan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitita Negara untuk Penyelidikan Radioaktivet tahun 1954.Panitia Negara tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di Lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)berdasarkan UU NO. 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom.Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia telah ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, maka dibangun beberapa fasilitas penelitian, pengembangan, dan rekayasa (litbangyasa) yang tersebar di berbagai kawasan, antara lain Kawasan Nuklir Bandung (1965), Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta (1966), Kawasan Nuklir Yogyakarta (1967), dan Kawasan Nuklir Serpong (1987). Sementara itu dengan perubahah paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU no. 10 tentang Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksna kegiatan pemanfaatan tenaga nukir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).
2.2. Rekomendasi proteksi radiasi
1.Rekomendasi IAEA
IAEA adalah salah satu badan yang berada dibawah persatuan bangsa-bangsa (PBB), dibentuk tahun 1957 dan memiliki kewenangan khusus mengenai pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir oleh negara-negara anggota.Tujuan dibentuk IAEA secara legal adalah mempercepat dan memperluas penggunaan atom untuk perdamaian, kesehatan dan kesejahteraan disuluh dunia.
IAEA menerbitkan dokumen dalam berbagai jenis sebagai standar keselamatan nuklir (nuclear safety standards) yang terdiri dari 3 kategori, yaitu :
Safety fundamentas dengan warna sampul putih
Safety reguirement dengan warna sampul merah
Safety guides dengan warna sampul hijau
Publikasi IAEA sebagai dokumen dasar yang menjelaskan secara rinci mengenai program p dan KR, antara lain :
Safety guine, No. RS-G-I.I, 1999
Tecdoc No. 1113, 1999
Tecdoc No. XXX, radiation safety in radiotherapy, may 2000
Selain dokumen tersebut, dokumen lain juga masih ada berupa dokumen teknis (technical documen-TECDOC). Salah satu dokumen IAEA yang paling tersohor saat ini adalah BBS No. 115 yang diadopsi dari rekomendasi ICRP No. 60.IAEA merekomendasikan agar tiap negara anggota IAEA mengikuti BBs No. 115 supaya ketentuan keselamatan tiap negara anggota menjadi standar dan harmonis secara internasional.
IAEA tidak menggunakan terminologi prinsip atau asas proteksi radiasi (radition protection principle) dalam BSS No. 115 tetapi dengan terminologi persyaratan. Pemahaman ini diurai dalam BBS pada ke-2, persyaratan untuk pemanfaatan, (reguirement for practices), salah satu unsurnya adalah persyaratan proteksi radiasi (radition protection reguirements) yang harus berurutan, sebagai berikut :
Justifikasi pemanfaatan
Limitasi dosis
Optimisasi proteksi dan keselamatan radaiasi
Beberapa tindakan-tindakan pengaman IAEA terdiri dari:
Global Safety Regime untuk melindungi penduduk dan lingkungan dari efek radiasi
(ionizing radiation), meminimalisir kemungkinan kecelakaan atau tindakan-tindakan
jahat (malicious acts) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap nyawa dan
kekayaan dengan melakukan tindakan pengamanan yang efektif guna mengurangi
efek buruk energi nuklir.
2. Membentuk standard-standard keamanan IAEA (Safety Standards)
Negara-negara anggota IAEA harus memiliki dan mematuhi standard-standard keamanan
teknologi nuklir yang terdiri dari:
pengamanan instalasi nuklir (Safety of nuclear installations)
pengamanan sumber-sumber radioaktif (Safety of radioactive sources)
pemindahan yang aman bahan-bahan radioaktif (Safe transport of radioactive
material)
d) pengelolaan limbah radioaktif (Management of radioactive waste)
e) pengamanan instalasi nuklir, bahan nuklir dan radioaktif (The security of nuclear
installations, nuclear material and radioactive material)
f) pengelolaan pengetahuan dan jejaring (Knowledge management and networking)
2.Rekomendasi ICRP
Komisi internasional untuk proteksi radiasi (international commission on radiological protectin-ICRP) adalah organisasi ilmiah yang non-pemerintah, dibentuk tahun 1928, dan berkompeten dalam memberikan rekomendasi dan pedoman mengenai proteksi radiasi. ICRP pertama kali hanya memberikan perhatiannya mengenai penggunaan radiasi dalam bidang medik yang selanjutnya dikembangkan mencakup kegiatan nuklir lain nya.
Selanjutnya ICRP memberikan lagi secara berkala rekomendasinya. Ada 2 rekomendasi yang paling akhir dan masih relevan digunakan IAEA, yaitu ICRP No. 26 Tahun 1977 dan ICRP No. 60 tahun 1990. Meskipun ICRP telah menerbitkan publikasi terbari No. 103 Tahun 2007 namun IAEA juga belum merekomendasi konsep tersebut.
Rekomendasi ICRP membentuk dasar standar proteksi radiasi ke seluruh dunia, meskipun ICRP adalan bukan badan pengawas (BP) maupun bukan standar nasional dan internasional, ICRP sadah sejak awal memberikan pemahaman mengenai prinsip atau azaz proteksi radiasi, meliputi:
Justifikasi
Limitasi dosis
Optimisasi
Dari uraian di atas maka secara sederhana dapat diartikan bahwa proteksi radiasi adalah upaya atau upaya atau tindakan yang dilakukan untuk memproteksi makluk hidup melalui penerapan prinsipnya yang konsisten.Tujuan proteksi radiasi adalah mencegah efek deterministik orang perorangan dengan tetap mempertahankan dosis dibawah ambang batas dan menjamin terlaksana nya seluruh tindakan yang diperlukan untuk membatasi peluang terjadinya efek stokastik pada masyarakat.
1.Jika dalam rekomendasi sebelumnya masalah proteksi radiasi ini ICRP menggunakan pengertian dosis maksimum yang diizinkan yang didefinikan sebagai : ” dosis radiasi yang memiliki kemumngkinan untuk menibulkan efek stomatik maupun efek genetik yang dapat diabaikan”. Maka dalam rekomendasi tahun 1977 pengertian tersebut ditinggalkan dan diganti dengan tiga asas proteksi radiasi sebagaimana telah dikemukakan dalam asas jastifikasi, asas ptimilasi dan asas pembatasan dosis perorangan.
2. Dalam rekomendasi tahun 1977 digunakan besaran dan satuan internasional , seperti : aktivitas dalam Bq, dosis serap dalam Gy, dosis ekuivalen dan dosis ekuivalen efektif dalam Sv dan lain – lain. Nilai batas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat umum bukan pekerja radiasi misalnya, masiny – masing adalah 50 mSv dan 5 mSv. Diperkenalkan pula istilah – istilah baru seperti efek stokastik, efek non-stokastik, faktor bobot, dosis terikat, indeks dosis dalam, indeks dosis permukaan dan lain – lain.
3.Dalam rekomendasi tahun 1977 juga diterapkan batas masuk tahunan (BMT) atau annual limit intake (ALI) dan batas turunannya yang menggantikan istilah kadar tertinggi yang diizinkan (KTD) atau maximum permissible concentration (MPC).
4.rekomendasi tahun 1977 menerapkannilai batas dosis (NBD), dalam rekomendasikan ini tidak lagi mengenal NBTT, NBRTT serta batas – batas dosis turunan seperti NBTK, NBRTK, NMTM dan NBRTM.
5.Rekomendasi tahun 1977 hanya memperbolehkan seseorang menerima dosis radiasi 2 kali NBD untuk jangka waktu setahun dan 5 kali NBD untuk seumur hidup, dengan catatan bahwa sebelum melakukan pekerjaan terlebih dahulu harus dijelaskan risiko yang terkandung dalam tugas dan tindakan yang perlu diambil selama berlangsungnya pekerjaan. Sedangkan dalam rekomendasi sebelumnya, untukpenyinaran khusus direncanakan seseorang boleh menerima dosis sebesar 10 rem sekaligus asal rumus D = 5 (N – 18) rem tidak terlampai.
3.Rekomendasi ICRU
-Pada tahun 1925, Mutscheller memperkirakan secara kuantitatif bahwa nilai dosis total yang diterima selama sebulan dengan nilai dosis haruslah kurang dari 1/100 dari nilai dosis yang dapat menyebabkan terjadinya erythema pada kulit sehingga tidak mungkin menyebabkan kelainan jangka panjang. Nilai penyinaran yang memungkinkan timbulnya erythema pada kulit diperkirakan 600 R, sehingga nilai dosis tenggang untuk pekerja radiasi diusulkan sebesar 6 R dalam jangka penerimaan 1 bulan.
Pada tahun 1928 diadakan kongres radiologi ke-2 yang menyetujui pembentukan Komisi Internasional untuk Perlindungan Sinar-X dan Radium dan secara resmi mengadopsi satuan roentgen (R) sebagai satuan untuk menyatakan paparan sinar-X dan gamma. Pada tahun 1934, komisi tersebut mengeluarkan rekomendasi untuk menurunkan dosis tenggang menjadi 0,2 R / hari atau 1 R / minggu. Pada tahun 1936, nilai dosis tenggang diturunkan lagi hingga 100 mR / hari dengan asumsi bahwa diperhitungkan adanya hamburan balik (energi sinar-x yang umumnya digunakan pada saat itu) dimana dosis 100 mR di udara dapat memberikan dosis 200 mR pada permukaan tubuh.
4.Rekomendasi BAPETEN
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.1 02/2000 tentang Standardisasi Nasional, maka standar yang berlaku di Indonesia dewasa ini adalah SNI (Standar Nasional Indonesia) yang ditetapkan oleh BSN (Badan Standardisasi Nasional). Oalam hal ini BAPETEN berwenang memberlakukan SNI dalam pemanfaatan tenaga nuklir untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, dan melakukan pengawasan terhadap penerapan SNI tersebut. Oalam catatan penulis, sampai saat ini baru ada sekitar 30 SNI dalam bidang keselamatan nuklir dan beberapa diantaranya (misalnya SNI tentang kualifikasi operator dan supervisor reaktor, baku mutu tingkat radioaktivitas di lingkungan, dll) telah kadaluwarsa sehingga perlu direvisi. Menurut perkiraan pcnlllis, dipcrlukan !cbih dari 100 SNI keselamatan nuklir (misalnya SNI tentang bungkusan zat radioaktif untuk keperluan pengangkutan, kamera radiografi, pesawat sinar-x, dll) agar pemanfaatan tenaga nuklir dapat dilakukan dengan aman di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar